Liputan6.com, New York City - Mantan pemimpin Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengungkap rasa khawatirnya terhadap potensi kedatangan krisis finansial.
Lantaran ia melihat regulator perbankan telah merasakan pengurangan otoritas untuk mengelola kepanikan dan adanya dorongan deregulasi.
"Saya melihat situasi telah membaik, tetapi saya melihat ada lubang-lubang besar pada sistem," ujar Yellen di acara diskusi di City University of New York, seperti dilansir CNBC, seperti ditulis Kamis (13/12/2018).
Baca Juga
Advertisement
Ia memandang, perangkat-perangkat yang tersedia di negaranya untuk menghadapi masalah-masalah ekonomi yang berkembang ternyata masih belum mumpuni. Salah satu area yang membuatnya khawatir adalah leverage loans, senada dengan apa yang disampaikan ketua Bank Sentral AS.
Yellen yang saat ini aktif di Brookings Institution, berkata ada regulasi yang belum dibereskan. Hal itu pun bisa memberi dampak ke krisis.
"Saya tidak yakin apakah kita mengerjakan hal-hal tersebut sebagaimana seharusnya, dan kemudian tetap ada lubang-lubang, dan ada regulatory pushback. Jadi saya khawatir kita bisa menghadapi krisis finansial lain," ujarnya.
Untuk suku bunga, dia berkata kondisinya suku bunga sedang rendah. Yellen yakin suku bunga acuan akan terus rendah. "Suku bunga sedang rendah. Saya percaya mereka akan tetap lebih rendah ketimbang beberapa dekade sebelumnya," ucap dia.
Ucapan Yellen berbeda dari pernyataannya ketika meninggalkan jabatannya sebagai pemimpin Bank Sentral. Pada 2017 lalu, ia menyebut tidak akan ada krisis finansial berkat reformasi finansial, meski ia juga mencatat adanya usaha deregulasi yang terjadi.
IMF Sebut Ekonomi Global Bakal Diterjang Badai Besar
Petinggi International Monetary Fund (IMF) memepringatkan awan badai sedang mengelilingi ekonomi global. Permasalahannya adalah pemerintah dan bank sentral belum tentu dapat menghadapinya.
Dilansir dari Reuters, IMF telah mendorong pemerintah-pemerintah untuk "membetulkan atap" saat ekonomi dalam dua tahun terakhir masih cerah. Sayangnya, sampai saat ini hal itu belum berhasil dilaksanakan.
"Seperti banyak dari kalian, saya melihat terbentuknya awan badai, dan khawatir pekerjaan untuk mencegah krisis masih belum selesai," ucap First Deputy Managing Director IMF David Lipton.
"Bank-bank sentral sepertinya akan mengambil tindakan yang tidak konvensional," lanjutnya. Lipton memandang kebijakan demikian memiliki keefektifan yang jelas, dan ia pun mengungkapkan rasa khawatir mengenai kekuatan (potency) dari kebijakan moneter.
Untuk stimulus, Lipton meragukannya karena beban finansial yang dapat diciptakan. Kondisi pun dipandang berbeda dari krisis finansial pada 2008. Lipton memandang pemerintah saat ini tidak bisa bermanuver sebebas 10 tahun lalu.
Untuk ancaman jangka pendek, IMF menyebut perang dagang. IMF memperkirakan tiga per empat GDP global akan lenyap pada 2020 akibat adu tarif yang berlangsung antara Amerika Serikat dan China. Gencatan senjata antar kedua negara pun dianggap berlangsung lama.
"(Perang dagang) dapat melukai diri sendiri. Jadi penting agar gencatan senjata ini membawa menuju persetujuan yang tahan lama yang menghindari intensifikasi atau melebarnya ketegangan," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement