Erick Thohir Singgung SandiwaraUno: Bedain Pemilu Sama Sinetron

Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Erick Thohir, menyinggung ramainya tagar SandiwaraUno di mikroblog daring Twitter. Menurut dia, kontestasi Pemilu jangan diisi sandiwara bak sinetron.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 13 Des 2018, 20:05 WIB
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Erick Thohir memberi paparan saat mengunjungi Kantor Liputan 6 di SCTV TOWER, Jakarta, Senin (10/12). Kunjungan Erick Thohir dalam rangka roadshow ke beberapa media. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Erick Thohir, menyinggung ramainya tagar SandiwaraUno di mikroblog Twitter. Menurut dia, kontestasi Pemilu jangan diisi sandiwara bak sinetron.

"Kemarin juga ada isu di Sumut poster, ternyata yang masang grupnya sendiri, ini kan bagaimana? Kita musti bedain pemilu sama sinetron, musti kita bedain," kata Erick di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).

Dia meminta, agar dalam Pemilu kali ini, masyarakat harus disajikan pendidikan politik yang baik. Yakni, memilih pemimpin yang dianggap layak memajukan bangsa Bukan, yang sibuk memainkan drama.

"Pemilih ini memilih pimpinan yang memang bisa memajukan bangsa Indonesia, yang bisa membuat bangsa kita bersih dari korupsi, sejahtera, keadilan untuk semua. Bukan yang sandiwara atau sinetron, kalau itu, di TV saja kita nonton," ungkap Erick.

Dia menuturkan, untuk kasus tersebut, pihaknya belum mengambil langkah apapun. Pasalnya, ini masih dipelajari dengan Direktorat Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf.

"Saya enggak tahu, dari divisi hukum yang akan laporkan, saya juga masih pelajari," jelas Erick.

 

 

 

 

 


Ratna Sarumpaet

Ratna Sarumpaet saat konferensi pers terkait kasus penganiayaan yang dialaminya, Jakarta, Rabu (3/10). Ratna mengakui tidak ada penganiayaan yang diterimanya seperti kabar yang berkembang beberapa waktu terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sementara itu, di tempat terpisah, Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, menuturkan, wajar jika ada masyarakat geram melihat itu. Sehingga lahirnya tagar tersebut.

Dia menyebut strategi yang dianggap kubu Prabowo-Sandiaga memainkan playing victim ini, bukan kali pertama terungkap ke publik.

"Artinya berpolitik harusnya dengan ketulusan, enggak usah playing victim, toh Ratna Sarumpaet sudah gagal sebagai playing victim. Enggak perlu di contoh-contoh lagi lah," kata Hasto.

Meski demikian, dia enggan meyebut peristiwa penyabutan poster itu sebagai sebuah rekayasa. Hanya saja, lanjutnya, merasa keanehan dengan kejadian tersebut.

"Masyarakat melihat ketika itu mau dilepas kemudian ada yang melarang di dalam itu kan itu keanehan yang muncul," pungkasnya.


Sandiaga Melarang

Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno. (Merdeka.com/Muhammad Genantan Saputra)

Video saat Sandiaga Uno berdialog dengan pedagang di pasar Kota Pinang Labuhanbatu, Sumatera Utara jadi viral. Ada pedagang yang memajang poster bertuliskan "Pak Sandiaga Uno, sejak kecil kami sudah bersahabat. Jangan pisahkan kami gara-gara pilpres, pulanglah!!!".

Imbas viralnya video itu pun berujung pada tagar #SandiwaraUno di Twitter pada Rabu 12 Desember 2018 malam yang menjadi trending topic. Warganet memajang tagar itu untuk merespons dugaan cawapres nomor urut 02 itu berakting menjadi korban penolakan.

Wasekjen Partai Gerindra Andre Rosdiade, mengaku bahwa tulisan yang dipajang di pasar tersebut sudah ada sejak Sandiaga Uno datang.

"Saya sudah tanya, jadi Bang Sandi dan teman-teman masuk (ke pasar) sudah ada poster itu. Oleh relawan mau dicopot, tapi Bang Sandi melarang," kata Andre.

Sandiaga melarang mencopot poster itu lantaran ingin menghargai perbedaan sikap politik masyarakat.

"Itu bagian dinamika. Kita ingin meskipun beda pendapat bekersama jangan sampai rusak," tandas dia.

Selain itu, kata Andre, Sandiaga Uno tak pernah melakukan pencitraan dengan merekayasa cerita.

"Bang Sandi bukan raja pencitraan, itu bukan gayanya Prabowo-Sandi," ucap Andre.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya