Liputan6.com, Kolombo - Mahkamah Agung Sri Lanka memutuskan bahwa kebijakan Presiden Maithripala Sirisena untuk membubarkan parlemen, dan mengadakan pemilihan umum, sebagai tindakan yang tidak sesuai konstitusi.
Sidang yang dijalankan oleh tujuh hakim pada Kamis 13 Desember, menghasilkan suara bulat bahwa Sirisena tidak berhak membubarkan parlemen yang beranggotakan 255 orang, sebelum masa jabatannya berakhir, empat setengah tahun ke depan.
Dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (14/12/2018), keputusan tersebut telah diantisipasi oleh banyak pihak sejak hampir tujuh pekan terakhir, ketika krisis politik di Sri Lanka memanas pada 26 Oktober.
Baca Juga
Advertisement
Kala itu, Sirisena memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan menggantikannya dengan Mahinda Rajapaksa, mantan presiden yang kontroversial di mata publik Sri Lanka.
Rajapaksa tak dapat mengumpulkan mayoritas suara di parlemen, dan Sirisena pada 9 November membubarkan lembaga legislatif dua tahun lebih cepat dari jadwal.
Mahkamah Agung, menanggapi aduan pengadilan terhadap kebijakan kontroversial itu, mengeluarkan putusan sementara yang menangguhkan dekrit Sirisena, dan memprioritaskan pemulihan parlemen.
Dikabarkan pula, bahwa Mahkamah Agung Sri Lanka menjatuhkan dua mosi tidak percaya terhadap jabatan yang dipegang oleh Rajapaksa.
Tidak ada komentar langsung dari Sirisena atau Rajapaksa.
Tetapi putra Rajapaksa, Namal, mengatakan mereka menghormati keputusan Mahkamah Agung, meskipun "keberatan mengenai penafsirannya".
Dia menambahkan dalam unggahan Twitter, "Kami akan terus bersama mereka yang menyerukan pemilihan parlemen. Tanpa itu, tidak ada keadilan nyata."
Simak video pilihan berikut:
Memastikan Kedaulatan Warga
Putusan akhir Mahkamah Agung Sri Lanka pada hari Kamis, meningkatkan kemungkinan bagi Ranil Wickremesinghe Wickremesing untuk kembali ke kursi perdana menteri.
Dalam sebuah kicauan di Twitter, Wickremesing mengatakan dia berharap Sirisena akan "segera menghormati putusan pengadilan".
"Badan legislatif, yudisial, dan eksekutif sama-sama pilar penting dari demokrasi, dan tinjauan mendetail yang mereka lakukan, sangat penting untuk memastikan kedaulatan warganya," lanjut Wickremesing.
Para pendukung Partai Nasional Bersatu (UNP) merayakan putusan itu di ibu kota Kolombo. Mereka menyalakan petasan di luar kompleks Mahkamah Agung, dan bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Sri Lanka, Thaaye.
Advertisement