Menjemput Salju ke Negeri China (Bagian 3)

Seharian mengelilingi Kota Hangzhou ditemani salju yang tebal adalah bonus menyenangkan dalam perjalanan ini.

oleh Rinaldo diperbarui 15 Des 2018, 16:05 WIB
Suasana kawasan wisata West Lake, Hangzhou di awal musim dingin. (Liputan6.com/Rinaldo)

Liputan6.com, Jakarta Sabtu pagi kami bangun dengan harapan cuaca akan membaik. Alasannya, Hangzhou merupakan salah satu tujuan utama kami dalam perjalanan ini. Akan sangat disayangkan kalau ada destinasi yang terlewatkan karena faktor cuaca. Yang agak melegakan, dari jendela kamar hotel hanya terlihat kabut, tak ada hujan atau salju. Kota Hangzhou sepertinya tak mau mengecewakan kami.

Hangzhou adalah satu dari tujuh kota yang ditetapkan sebagai kota kuno Tiongkok dan salah satu pusat kebudayaan China. Awalnya, Hangzhou adalah ibu kota Kerajaan Wuyue (907-978 Masehi) selama periode lima dinasti dan sepuluh kerajaan. Baru kemudian Hangzhou menjadi ibu kota Dinasti Song Selatan di tahun 1132.

Marco Polo, penjelajah terkenal dari Italia tercatat pernah mengunjungi Hangzhou pada akhir abad ke-13. Dia begitu terpukau oleh keindahan kota tersebut dan menyebutnya sebagai Kota Surga atau kota terindah di dunia.

Kini, Hangzhou adalah ibu kota Provinsi Zhejiang di pesisir timur China. Berada 150 kilometer barat daya Shanghai, Hangzhou juga dikenal sebagai kota kelahiran Jack Ma, pendiri Alibaba. Tak heran kalau kota ini menjadi laboratorium raksasa pengembangan teknologi solusi digital. Ditambah lagi, pada 2022 mendatang kota ini akan menjadi tuan rumah Asian Games.

Salah satu rencana besarnya membangun Asian Games Village yang nantinya akan mengakomodasi sekitar 10.000 atlet dan ofisial pada 2022. Usai Asian Games, kompleks itu akan diubah menjadi perpustakaan, museum, dan pusat aktivitas anak muda. Kota itu dibangun di sekitar West Lake yang dikenal sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Dan, West Lake adalah destinasi pertama kami di Hangzhou pada pagi yang berkabut ini. West Lake yang disebut juga Danau Xi Hu atau Danau Barat merupakan destinasi wisata utama di Hangzhou. Meski berada di tengah kota besar, West Lake jauh dari kesan kumuh. Pemerintah kota pun terbilang pintar menjual kawasan ini.

Lihat saja, saat turun di parkiran, kami berpikir akan segera melihat hamparan danau yang terkenal itu. Ternyata tidak, wisatawan harus berjalan kaki lagi sekitar satu kilometer. Perjalanan menyusuri trotar yang bersih dan pohon-pohon besar di sepanjang jalan memang menyenangkan, namun agak menyiksa di tengah cuaca dingin yang membekukan.

 

Kendaraan di kawasan Hangzhou Olympic Sports Centre di Kota Hangzhou, China yang tertutup salju musim dingin. (Liputan6.com/Rinaldo)

Setelah berjalan kaki selama 15 menit, akhirnya kami tiba di pinggir danau yang selalu dikaitkan dengan legenda Siluman Ular Putih itu. Membentang seluas 5,6 kilometer persegi, danau ini telah menjadi pusat kehidupan spiritual warga China selama beberapa dinasti.

Belum lama kami berada di West Lake, ketika kabut yang memayungi danau berubah menjadi kapas yang berjatuhan. Ya, salju Hangzhou ternyata menyasar kami hingga ke danau ini. Meski tak lagi emosional, kegembiraan diguyur salju lagi-lagi diungkapkan melalui video call dengan kerabat di Tanah Air.

Syukurlah kami tak terlalu lama kedinginan karena Miss Ling menggiring kami menaiki perahu yang akan membawa wisatawan mengelilingi danau. Seandainya bukan musim dingin, mengelilingi danau ini pastilah sangat menyenangkan, karena banyak pulau buatan di tengah danau yang bisa disinggahi.

Namun, kami tetap terhibur, karena dari dalam perahu bisa melihat salju yang berjatuhan ke tengah danau yang berkabut. Dan lagi, kami tak lama berada di West Lake karena harus segera menuju perkebunan teh paling terkenal di seantero China.

Dari hampir sembilan juta penduduk Hangzhou, dua juta di antaranya adalah petani teh, dengan produk mereka yang paling terkenal yaitu teh hijau Longjing. Dan, tidak ada tempat terbaik untuk menikmati teh tersebut daripada di Longjing Village sendiri.

 


Minum Teh dan Bermain Salju

Salah satu stadion baru di Hangzhou, China yang akan digunakan untuk ajang Asian Games 2022. (Liquid/Raetedy Refanatha)

Di lokasi yang tak jauh dari West Lake itu, pengunjung dapat berjalan menyusuri perkebunan teh dan melihat proses pembuatan, mulai dari pemotongan, pemisahan dan pengeringan, sampai menjadi teh yang siap diminum. Karena perkebunan tehnya tertutup salju, kami memangkas prosesi tersebut dan langsung pada ritual minum teh.

Ternyata, cerita itu benar adanya. Teh hijau yang wangi dan rasa yang segar disajikan di tengah cuaca dingin adalah paduan yang tepat. Apalagi teh hijau Longjing ini ampasnya bisa langsung dikunyah dan ditelan saat meminumnya. Sungguh sebuah sajian yang menyenangkan di tengah cuaca yang tak bersahabat.

Tak hanya minum teh, untuk makan siang kami juga memilih sebuah restoran di Longjing Village. Salju turun makin lebat, jalanan, rumah serta kendaraan yang tengah parkir sudah dipenuhi salju. Tapi, berjalan di sepanjang trotoar menuju restoran sambil diguyur hujan salju adalah sensasi tersendiri.

Tiba di restoran kami langsung disuguhi ragam makanan tradisional China dan lokal. Salah satunya adalah Ayam Pengemis yang sangat terkenal. Konon, dulu ada seorang pengemis di Kota Hangzhou yang mencuri ayam milik warga. Sang pengemis berniat memasaknya tapi tidak memiliki kuali. Karena takut ketahuan, pengemis tersebut membungkus ayam dengan daun teratai serta melumurinya dengan lumpur untuk kemudian dibakar.

Ternyata, rasa dari masakan tersebut sangat lezat dan harumnya tercium sampai kemana-mana. Saat seorang pemilik restoran terkenal di Hangzhou lewat dan mencium bau masakan tersebut, ia meminta sang pengemis untuk menjadi koki di restorannya yang kemudian membuat menu Ayam Pengemis.

Bedanya, Ayam Pengemis yang disajikan kepada kami sudah tidak lagi dibungkus tanah liat, melainkan dengan alumunium foil, namun tetap dibungkus daun teratai. Tekstur daging ayam sangat empuk dan lembut, sehingga kita dengan mudah mengambilnya menggunakan sumpit atau sendok.

Setelah puas bermain salju di Longjing Village, kami pun kembali ke pusat Kota Hangzhou. Sebelum kembali ke Shanghai malam nanti, kami masih punya destinasi terakhir, yaitu mengunjungi arena olahraga yang akan digunakan dalam perhelatan Asian Games 2022 mendatang.

 

Kawasan Hangzhou Olympic Sports Centre di Kota Hangzhou, China yang tertutup salju musim dingin. (Liquid/Raetedy Refanatha)

Sebuah 'teratai' raksasa sudah dibangun sebagai venue sekaligus tempat berlangsungnya upacara pembukaan dan penutupan pesta olahraga itu, namanya Hangzhou Olympic Sports Centre. Dengan total biaya yang dikucurkan untuk pembangunan sekitar Rp 5,5 triliun, gelanggang olahraga ini didirikan di selatan Sungai Qiantang dan timur Jembatan Qianjiang.

Stadion yang memiliki desain kelopak bunga seperti teratai dan dijuluki penduduk sekitar dengan White Lotus memiliki kapasitas kursi bisa menampung hingga 80 ribu penonton. Tersedia pula venue lain yang terdiri dari kolam renang, lapangan tenis, baseball, softball, hoki, atletik dalam ruangan, dan olahraga berat. Semuanya berdaya tampung sampai 18.000 kursi.

Struktur bangunannya didesain bisa bertahan hingga 100 tahun dan dianggap sebagai ikon baru dari Hangzhou. Dari segi ukuran, Stadion Hangzhou Olympic Sports Centre lebih besar dari Stadion Bird’s Nest di Beijing. Total luas bangunannya 225.000 meter persegi, terdiri dari enam lantai di atas tanah dan dua lantai di bawah tanah.

Selain itu, kami juga mengunjungi venue lain yang baru selesai dibangum, yaitu gelanggang olahraga renang, senam dan bulutangkis. Dilihat dari persiapannya, Asian Games di Kota Hangzhou akan tampil megah, tak kalah dengan tuan rumah pendahulunya, Jakarta-Palembang.

Usai melihat deretan stadion yang bagus itu, berakhir pula perjalanan kami di Hangzhou dan saatnya untuk kembali ke Shanghai. Namun, tak ingin rasanya segera meninggalkan kota yang tengah dipenuhi salju ini.

Cuaca dingin, pakaian tebal, dan hujan salju telah menjadi teman dekat kami selama beberapa hari terakhir. Demikian pula dengan modem JavaMifi yang kami gunakan untuk menggerakkan perangkat komunikasi selama perjalanan ini.

Fakta bahwa komunikasi dan koneksi internet kami tak terganggu di tengah cuaca ekstrim selama perjalanan ini patut dipujikan. Meski bagi General Manager JavaMifi Arindro Nugroho yang ikut dalam rombongan fakta itu hal yang biasa, bagi kami itu sebuah prestasi.

Jadi, destinasi mana yang akan dipilih JavaMifi untuk tantangan berikutnya? Alaska atau Kutub Utara?

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya