Liputan6.com, Rakhine - Dewan Perwakilan AS menyetujui resolusi dengan perbandingan suara 394-1 Kamis 13 Desember 2018, untuk menyatakan aksi militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu sebagai tindakan genosida.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis bulan Agustus mengatakan militer melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan dengan "niat genosida" dan juga secara definitif menyerukan supaya para pejabat Myanmar dikenai tuduhan genosida untuk pertama kalinya.
Advertisement
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (15/12/2018), militer Myanmar membantah tuduhan genosida Rohingya sebelumnya, dan menegaskan bahwa tindakan mereka adalah bagian dari kampanye anti-teroris.
Kekejaman tersebut telah mendorong PBB dan sejumlah pemimpin politik dan hak asasi manusia untuk mempertanyakan kemajuan Myanmar menuju demokrasi.
Satuan Tugas Burma, sebuah koalisi organisasi Muslim AS dan Kanada, memuji sikap PBB tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kecaman Kepada CEO Twitter
Sementara itu, belum lama ini, CEO Twitter Jack Dorsey, menghadapi kecaman keras oleh warganet global karena mempromosikan Myanmar sebagai tujuan wisata, yang tersirat dalam serangkaian twit-nya belum lama ini.
Warganet global menilai Dorset abai terhadap nasib ratusan ribu pengungsi etnis Rohingya yang melarikan diri dari pelanggaran hak asasi manusia, yang oleh PBB disebut serupa tindakan genosida.
Dikutip dari The Guardian, Dorsey berbagi cerita ke lebih dari empat juta pengikutnya di Twitter, bahwa dia telah melakukan perjalanan ke wilayah utara Myanmar pada bulan lalu, untuk wisata meditasi selama 10 hari.
Dia pun melanjutkan kisahnya dengan ajakan untuk mengunjungi negara yang kini dipimpin oleh Aung San Suu Kyi itu.
"Orang-orang terlihat penuh sukacita dan makanannya luar biasa," katanya, sebelum mendorong para pengikutnya di Twitter untuk turut berkunjung.
Tidak lama setelahnya, unggahan Dorsey mendapat serangan kritik dan kecaman dari warganet di seluruh dunia. Para kritikus menuduh Dorsey "menutup mata dan telinga" terhadap penderitaan minoritas muslim Rohingya.
Sebanyak lebih dari 700.000 pengungsi Rohingya melarikan diri dari Myanmar tahun lalu, menghindari upaya "penyingkiran massal" oleh militer negara itu di negara bagian Rakhine.
Dalam laporan PBB yang terakhir dirilis, tentara Myanmar dituduh bertanggung jawab atas kejahatan perang, dan juga kejahatan kemanusiaan terhadap etnis minoritas.
Misi khusus PBB menemukan bahwa militer Myanmar "membunuh tanpa pandang bulu, memperkosa wanita, menyerang anak-anak dan membakar seluruh desa" di Rakhine, yang merupakan kantong pemukiman muslim Rohingya.
PBB juga menyampaikan laporan pilu serupa, yang terjadi di negara bagian Shan dan Kachin. Angkatan bersenjata Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, dituding melakukan pembunuhan, penangkapan paksa, penyiksaan, pemerkosaan dan tindak perbudakan di kedua wilayah terkait.
Advertisement