Liputan6.com, Jakarta - Direktur Keuangan, Kepatuhan dan Manajemen Resiko Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Catur Arianto Widodo mengakui, hingga kini pihaknya belum mampu memenuhi target replanting atau penanaman kembali kelapa sawit.
Dia mengatakan, hingga kini luas lahan penyaluran dana guna mendukung program replanting baru mencapai 15.652 hektar dari target 2018, seluas 185.000 hektar (ha).
"Di 2018 ini sudah mencapai 15.652 hektar yang kemudian disalurkan dana peremajaannya," kata dia, di Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Baca Juga
Advertisement
Meskipun demikian, Catur mengatakan capaian 2018 sudah lebih baik dari tahun lalu. "Di tahun 2018 ini kami perlu sampaikan dan akui target belum tercapai dari total keseluruhan, tapi di 2018 jauh lebih baik dari 2017. Jadi kalau di 2017 kita waktu itu hanya sekitar 1.500 hektare," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Replanting BPDP-KS, Herdrajat Natawidjaja mengatakan, salah satu hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program replanting adalah terkait rekomendasi teknis (rekomendasi) terkait penerima program yang memang harus dipercepat pengurusannya.
"Untuk program replanting, kita sangat bergantung pada rekomendasi teknis," ujar dia.
Salah satu upaya untuk mempersingkat proses pengurusan rekomendasi teknis, pihaknya tengah menyiapkan aplikasi berbasis daring. Diharapkan dengan demikian pengurusan rekomendasi teknis dapat berjalan lebih cepat.
Herdrajat mengatakan sejauh ini, dana yang sudah disalurkan berjumlah Rp 390 miliar. Dana yang disalurkan sudah dinikmati oleh 7 ribu petani per kebun.
"Sampai November sudah salurkan dana Rp 390 miliar rupiah kepada 50 kelembagaan pekebun terdiri dari kelompok tani, gapoktan, dan koperasi," ungkapnya.
"Kami sudah menerima 30 rekomtek dari Ditjen Perkebunan dan saat ini kota sedang proses penyalurannya. Luasnya kurang lebih 4.000 hektar tambahan," ia menambahkan.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Penghentian Pungutan Ekspor Sawit Tak Ganggu Program BPDP-KS
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan anyar terkait tarif pungutan ekspor Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) atas ekspor kelapa sawit, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Dalam baleid bernomor 152/PMK.05/2018, pemerintah memutuskan membebaskan (USD 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apa bila harga CPO internasional berada di bawah USD 570 per ton. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan pada 4 Desember 2018.
Direktur Keuangan, Umum, Kepatuhan dan Manajemen Risiko BPDP-KS Catur Ariyanto Widodo memastikan bahwa porgram-program BPDP-KS tidak akan terganggu dengan adanya pungutan tersebut. Sebagai informasi pungutan ekspor juga merupakan salah satu penyokong dana BPDP-KS.
Menurut Catur, meski pungutan ekspor tidak dilakukan lantaran harga CPO yang rendah, BPDP-KS masih memiliki cukup dana untuk 2019 salah satunya dari carry over dana yang tidak terpakai di tahun ini.
"Kalau BPDP-KS adalah instansi pemerintah yang bentuknya BLU (Badan Layanan Umum). Dalam proses BLU, sisa uang yang tidam terpakai di-carry over ke tahun berikutnya. Itu tetap perhatikan prioritas program-program pemeritnah dan komite pengarah," kata Catur, di Jakarta, Jumat, 14 Desember 2018.
Menurut dia, dari total anggaran yang dialokasikan pada 2018 sebesar Rp7 triliun, baru terpakai Rp 5,51 triliun untuk program insentif biodiesel. Dengan begitu, masih ada sisa anggaran yang sekitar Rp1,49 triliun bisa dimanfaatkan untuk 2019.
"Jadi anggaran tadi disimpan ke rekening BPDP-KS dikelola mengikuti arahan komite pengarah dan sesuai perioritas pemerintah. Maka sisa dana akan terbagi untuk alokasi dana yang ditetapkan komite pengarah yang 70 persen untuk biodisel, 22 replating, lainnya dua persen," ujar Catur.
Sementara itu, Direktur Replanting BPDP-KS, Herdrajat Natawidjaja mengatakan, dengan rendahnya harga CPO yang berujung pada penghentian pungutan ekspor, pihaknya tidak memasang target pengumpulan dana pungutan ekspor.
Diketahui, hingga November 2018 dana pungutan ekspor yang terkumpul sebesar Rp 14,48 triliun. Nilai ini lebih tinggi dari tahun 2017 yang sebesar Rp 13,05 triliun.
"Target 2019 kita tidak berani berangan-angan, karena kita tidak tahu kapan harga membaik. Sehingga kalau ini panjang, tidak kembali ke normal, tentu akan pengaruh ke dana yang akan dihimpun," paparnya.
Karena itu, yang bisa dilakukan BPDPKS adalah menunggu sampai harga CPO membaik hingga waktu yang belum dapat diperkirakan. Meskipun begitu dia menegaskan anggaran untuk tahun depan masih bisa tersedia.
"Sumber (pembiayaan BPDP-KS) saat ini memang dari pungutan ekspor, tapi bisa juga dari pembiayaan dan dari iuran yang akan kita dorong ke depan agar tidak hanya dari pungutan. Tentu saja pemasukan kurang kita belanja terbatas tapi tahun depan saya kira masih aman," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement