Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Gerindra Ahmad Mudzani meminta rincian hasil 192 juta jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam penyempurnaan jilid dua. Menurut dia, KPU dinilai tidak memberikan perincian tersebut.
Advertisement
"Jadi disebutkan data Dukcapil ada 31 juta jumlah pemilih belum masuk DPT, tapi hari ini sudah masuk DPT 6 juta sekian yang masuk tambahan, tapi belum tanpa rincian," kata Mudzani dalam Rapat Pleno Terbuka Penyempurnaan DPT Jikid Kedua di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu 15 Desember 2018.
Rincian yang dimaksud Mudzani adalah terkait dengan total jumlah yang tereliminasi, dan juga alasan mereka tidak masuk dalam DPT. Juga sebaliknya, kepada sekitar 6 juta pemilih yang akhirnya masuk sebagai pemilih tambahan hendaknya dapat dirinci masuk dalam provinsi apa, kabupaten/kota mana, dan juga kecamatan hingga lokasi TPS mereka.
"Hal ini demi data yang komprehensif," tegas Mudzani.
Menurut dia, pihaknya masih menemukan kecurangan di wilayah Bondowoso, Jawa Timur. Dimana, ada satu NIK yang digunakan 10 kali untuk kepentingan di daftar pemilih.
"Jadi kami sampaikan ini, juga ke Bawaslu untuk ini karena jumlahnya lumayan, karena modus ini harus ditangkal sebelum hari H agar menjadi Pemilu yang terpecaya," Mudzani memungkasi.
Masih Berpotensi Berubah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap Penyempurnaah jilid kedua. Melalui hasil ini, bisa dipastikan jumlah dari pemilih yang telah memiliki hak suara dalam Pemilu 2019, sebanyak 192 jiwa untuk warga negara Indonesia yang tinggal di dalam dan luar negeri.
Ketua KPU RI Arif Budiman berjanji untuk menjaga keseluruhan hak suara yang sudah masuk dalam DPT penyempurnaan kedua, atauun kelak yang akan masuk ke dalam DPT tambahan dan DPT khusus. Karena menurutnya, DPT penyempurnaan tambahan masih bisa bergeser lagi angkanya tergantung ketentuan dan kondisi di lapangan.
"Kami tentu ingin memastikan setiap warga negara yang sudah masuk DPT maka dia dijamin haknya menggunakan hak pilihnya. KPU memastikan setiap pemilih untuk menggunakan haknya hanya satu kali, dan mengenai perubahan lagi jumlah DPT selanjutnya, itu mungkin saja terjadi tapi hanya berdasar peraturan perundangan," kata Arif usai rapat Pleno DPT di Slipi, Jakarta Barat, Sabtu 15 Desember 2018.
Peraturan perundangan dimaksud Arif adalah Beleid Nomer 7 tahun 2017, tentang Pemilu. Soal revisi dimaksud dengan memperhatikan apakah masih ada kecurangan dengan menggunakan identitas palsu digunakan hak suara lebih dari satu kali dan, atau mereka yang jelang hari Pemilu 2019 mengembukan nafas terakhirnya.
"Jadi KPU telah mengatur regulasinya terkait hal itu," terang dia.
Banyak elemen mulai dari partai politik dan pegiat Pemilu sebelumnya menilai bahwa KPU cenderung tidak tansparan dalam penyempurnaan DPT jilid kedua. Berikutnya, KPU juga dianggap tidak merinci pemaparan dalam rapat pleno terbuka. Karenanya KPU berharap para pihak bisa bersinergi memberikan masukan kepada pihaknya.
"Ya Insya Allah kami akan terus tranaparan seberusaha mungkin dalam mengemban amanat ini lebih baik lagi, dan kami butuh masukannya," kata Arif menyudahi.
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement