Diplomat Palestina Kecam Australia Mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel

Palestina mengecam pengakuan Australia terhadap Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 16 Des 2018, 09:24 WIB
Warga Palestina membentang bendera negara mereka. (AP Photo/Khalil Hamra)

Liputan6.com, Ramallah - Diplomat senior Palestina, pada 15 Desember 2018, mengecam pengakuan Australia terhadap Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel, menggambarkannya sebagai keputusan yang "tidak bertanggungjawab" dan melanggar hukum internasional.

Australia menjadi satu dari sedikit negara di dunia yang mengikuti jejak Amerika Serikat untuk mengakui kota yang diperebutkan sebagai ibu kota Israel.

"Kami sekarang mengakui Yerusalem barat - yang merupakan tempat kedudukan Knesset (parlemen Israel) dan banyak lembaga pemerintahan lain-- adalah ibu kota Israel," kata Perdana Menteri Australia, Scott Morrison di Sydney, Sabtu lalu.

Morrison juga mengatakan akan membuka kantor pertahanan dan perdagangan di Yerusalem barat, serta mengakui masa depan negara Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya.

Menanggapi, diplomat senior Palestina, Saeb Erekat, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan Australia untuk membuka kantor perdagangan di kota itu melanggar resolusi PBB.

"Sejak awal, kami telah merasakan keputusan pemerintah Australia untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel sebagai salah satu langkah politik yang picik mengarahkan kebijakan yang tidak bertanggung jawab yang bertentangan dengan perdamaian dan keamanan dunia," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari News24, Minggu (16/12/2018).

"Semua Yerusalem tetap menjadi masalah status final untuk negosiasi, sementara Yerusalem timur, di bawah hukum internasional, merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki," tambahnya.

Di sisi lain, sebagian besar negara asing menghindari mengumumkan perubahan atas status quo Yerusalem atau memindahkan kedutaan ke kota itu, agar tidak mengganggu jalannya perundingan perdamaian antara Palestina-Israel.

Namun, proses perundingan tampak semakin mengalami kemunduran setalah Presiden AS Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana pada akhir tahn 2017 lalu.

 

Simak video pilihan berikut:

 


Respons Indonesia

Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Pemerintah Indonesia mencatat beberapa poin penting setelah Australia mengumumkan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota dari Israel.

Salah satu respons Indonesia adalah terkait pernyataan Australia yang tidak memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Indonesia mencatat pernyataan Australia yang tidak memindahkan kedutaannya ke Yerusalem," demikian keterangan dari Kementerian Luar Negeri RI pada Sabtu 15 Desember 2018.

"Indonesia juga mencatat dengan baik posisi Australia untuk mendukungan prinsip two-state solution dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara Palestina," tambahnya.

Kemenlu RI juga menegaskan bahwa isu Yerusalem merupakan hal yang harus dinegosiasikan sebagai upaya perdamaian komprehensif antara Palestina dan Israel.

"Indonesia menegaskan kembali bahwa isu Yerusalem merupakan salah satu dari enam isu yang harus dinegosiasikan dan diputuskan sebagai bagian akhir dari perdamaian komprehensif antara Palestina dan Israel dalam kerangka two state solution," jelasnya.

"Indonesia mengajak Australia dan semua anggota PBB untuk segera mengakui negara Palestina, dan bekerja sama guna tercapainya perdamaian yang berkelanjutan dan kesepakatan antara Palestina dan Israel berdasarkan prinsip two state solution."

"Dukungan Indonesia terhadap Palestina merupakan amanah konstitusi dan Indonesia akan terus mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk mendapatkan hak-haknya."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya