Presiden Sri Lanka Melantik Perdana Menteri Lama, Akhiri Krisis Politik?

Ranil Wickremesinghe dari Sri Lanka diambil sumpahnya untuk menjadi perdana menteri di hadapan Presiden Maithripala Sirisena.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 17 Des 2018, 07:30 WIB
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)

Liputan6.com, Colombo - Ranil Wickremesinghe dari Sri Lanka diambil sumpahnya untuk menjadi perdana menteri di hadapan Presiden Maithripala Sirisena, kata media setempat pada Ahad.

Upacara pengambilan sumpah itu tampaknya mengakhiri krisis politik, yang mulai terjadi pada Oktober ketika ia digulingkan melalui keputusan mendadak.

Wickremesinghe dilantik sekitar pukul 11.15 waktu setempat, yang dipandang sebagai waktu menguntungkan baginya, yang mengambil alih jabatan itu untuk kelima kali, demikian seperti dikutip dari Antara, Senin (17/12/2018).

Negara pulau di Asia Selatan itu mengalami ketakstabilan setelah Sirisena menggantikan Wickremesinghe dengan Mahinda Rajapaksa, yang sudah dua kali dipecat parlemen. Rajapaksa mengundurkan diri pada Sabtu sementara pemerintahan dibayangi kemandekan.

Ketua parlemen Sri Lanka, Karu Jayasuriya, pada Kamis 15 Desember mengatakan, dalam pandangannya negara itu tidak memiliki perdana menteri atau kabinet setelah mosi tidak percaya disahkan.

Parlemen mengesahkan mosi tersebut terhadap Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, yang baru-baru ini diangkat dan pemerintahnya, dengan dukungan 122 di antara 225 anggota badan legislatif.

Namun Presiden Maithripala Sirisena dalam sepucuk surat kepada ketua parlemen itu menyatakan ia tidak dapat menerima mosi tidak percaya tersebut karena ketua parlemen sepertinya telah mengabaikan konstitusi, prosedur parlemen dan tradisi di Sri Lankan.

Presiden Sirisena, yang memicu krisis dengan memecat PM Ranil Wickremesinghe dan menunjuk Rajapaksa untuk menduduki jabatan itu Oktober, membubarkan parlemen pekan lalu dan memerintahkan pemilihan sebagai cara untuk memecah kebuntuan.

Tetapi Mahkamah Agung Sri Lanka memerintahkan penangguhan dekrit presiden itu pada hari Selasa hingga mahkamah mendengar petisi-petisi yang menantang langkah tersebut sebagai tindak sesuai konstitusi.

Keputusan Presiden Sirisena membubarkan parlemen, yang memperburuk krisis politik besar, yang sudah terjadi, mengundang kecaman dari kekuatan Barat, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.

Sirisena membubarkan parlemen pada Jumat malam 9 Desember, hanya lima hari sebelum parlemen bersidang lagi dan presiden itu dalam posisi berbahaya kehilangan jabatan akibat mosi tidak percaya. Ia juga menyerukan pemilihan umum pada 5 Januari.

Presiden memicu perebutan kekuasaan ketika memecat PM Wickremesinghe pada akhir bulan lalu dan memilih Rajapaksa, orang kuat pendukung China, yang didepak Sirisena dari jabatannya pada 2015.

 

Simak video pilihan berikut:


Mahkamah Agung Sri Lanka Batalkan Keputusan Pembubaran Parlemen

Ilustrasi Bendera Sri Lanka (iStockphoto via Google Images)

Sebelum pelantikan, Mahkamah Agung Sri Lanka memutuskan bahwa kebijakan Presiden Maithripala Sirisena untuk membubarkan parlemen, dan mengadakan pemilihan umum, sebagai tindakan yang tidak sesuai konstitusi.

Sidang yang dijalankan oleh tujuh hakim pada Kamis 13 Desember, menghasilkan suara bulat bahwa Sirisena tidak berhak membubarkan parlemen yang beranggotakan 255 orang, sebelum masa jabatannya berakhir, empat setengah tahun ke depan.

Dikutip dari Al Jazeera pada Jumat 14 Desember 2018, keputusan tersebut telah diantisipasi oleh banyak pihak sejak hampir tujuh pekan terakhir, ketika krisis politik di Sri Lanka memanas pada 26 Oktober. Baca selengkapnya...

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya