Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham sesi pertama awal pekan ini. Tekanan IHSG terjadi di tengah rilis data neraca perdagangan kembali defisit pada November 2018.
Pada penutupan perdagangan saham, Senin (17/12/2018), IHSG melemah 61,10 poin atau 0,99 persen ke posisi 6.108,74. Indeks saham LQ45 merosot 1,09 persen ke posisi 975,91. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.
Sebanyak 259 saham melemah sehingga menekan IHSG. 128 saham diam di tempat dan 109 saham menguat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.174,22 dan terendah 6.099,93.
Baca Juga
Advertisement
Total frekuensi perdagangan saham 216.565 kali dengan volume perdagangan 7,5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 4,4 triliun. Investor asing jual saham Rp 126,58 miliar di pasar regular.
Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham tambang naik 0,25 persen. Sektor saham barang konsumsi susut 1,69 persen, dan bukukan penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur tergelincir 1,52 persen dan sektor saham konstruksi melemah 1,51 persen.
Saham-saham yang menguat antara lain saham GLOB naik 24,78 persen ke posisi Rp 282 per saham, saham KONI melonjak 24,71 persen ke posisi Rp 424 per saham, dan saham APEX melonjak 22,31 persen ke posisi Rp 1.590 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham MFMI merosot 24,26 persen ke posisi Rp 462 per saham, saham TFCO susut 21,31 persen ke posisi Rp 480 per saham, dan saham SAFE terpangkas 17,50 persen ke posisi Rp 165 per saham.
Bursa saham Asia bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng melemah ke posisi 26.093. Indeks saham Thailand tergelincir 0,35 persen dan indeks saham Shanghai susut 0,10 persen.
Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,22 persen, indeks saham Jepang Nikkei menanjak 0,67 persen, indeks saham Singapura mendaki 1,39 persen, dan bukukan penguatan terbesar. Indeks saham Taiwan menguat 0,32 persen.
IHSG terkoreksi terjadi di tengah rilis data ekonomi neraca perdagangan pada November 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia kembali alami defisit neraca perdagangan capai USD 2,05 miliar pada November 2018. Jadi dari awal Januari hingga November, defisit perdagangan Indonesia mencapai USD 7,52 miliar.
Pelaku pasar pun merespon negatif hal tersebut. Lantaran angka defisit November 2018 lebih besar dari perkiraan. “Kelihatannya begitu. Karena defisit jauh di bawah harapan pasar. Ekspektasi USD 780 juta keluarga USD 2,05 miliar,” ujar VP Sales and Distribution PT Ashmore Assets Management Indonesia, Angganata Sebastian saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, masalah defisit perdagangan sudah terjadi sejak awal tahun. Masalah defisit perdagangan bukan hal yang akan menambahkan kekhawatiran. “Di samping itu, seharusnya defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 lebih baik seiring dengan faktor musiman dan harga minyak yang turun,” kata Angganata.
Defisit Neraca Perdagangan pada November 2018
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar USD 2,05 miliar pada November 2018. Dengan demikian sejak awal tahun hingga November, Indonesia defisit sebesar 7,52 miliar.
"Neraca perdagangan November mengalami defisit cukup dalam sebesar USD 2,05 miliar," ujar Kepala BPS, Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin 17 Desember 2018.
Defisit neraca perdagangan pada November disumbang oleh impor sebesar USD 16,88 miliar. Angka ini turun sekitar 4,4 persen jika dibandingkan dengan impor pada bulan sebelumnya.
"Impor bulan lalu disumbang oleh migas sebesar USD 2,84 miliar dan non migas USD 14,04 miliar. Meski demikian, impor migas turun 2,8 persen juga non migas turun 4,8 persen," jelasnya.
Selain impor, defisit neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh nilai ekspor Indonesia pada November yang mengalami penurunan cukup besar sebesar 6,69 persen menjadi USD 14,43 miliar jika dibandingkan dengan Oktober 2018.
"Pada November ini, nilai ekspor Indonesia USD 14,43 miliar. Kalau dibandingkan Oktober 2018 berarti ada penurunan ekspor 6,69 persen," ujar Suhariyanto.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement