Defisit Neraca Dagang November Melebar, IHSG Terpangkas 80,53 Poin

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham Senin pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Des 2018, 16:20 WIB
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham Senin pekan ini. Hal itu dipengaruhi defisit neraca perdagangan November yang di atas prediksi ekonom.

Pada penutupan perdagangan saham, Senin (17/12/2018), IHSG susut 80,53 poin atau 1,31 persen ke posisi 6.089,30. Indeks saham LQ45 melemah 1,57 persen ke posisi 971,15. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 264 saham melemah sehingga menekan IHSG. 147 saham menguat dan 122 saham diam di tempat. Pada awal pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.174,22 dan terendah 6.089,30.

Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 375.579 kali dengan volume perdagangan 12,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 8,4 triliun. Investor asing jual saham Rp 475,68 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi Rp 14.581.

Sebagian besar sektor saham terkoreksi kecuali sektor saham pertanian naik 0,49 persen. Sektor saham industri dasar melemah 2,2 persen,dan bukukan penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur turun 1,83 persen dan sektor saham barang konsumsi tergelincir 1,75 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham GLOB naik 24,78 persen ke posisi Rp 282 per saham, saham KONI naik 24,71 persen ke posisi Rp 424 per saham, dan saham ARTA mendaki 22,95 persen ke posisi Rp 600 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham ZONE melemah 19,57 persen ke posisi Rp 555 per saham, saham RIMO turun 18,60 persen ke posisi Rp 140 per saham, dan saham MERK tergelincir 14 persen ke posisi Rp 6.450 per saham.

Bursa saham Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 0,03 persen, indeks saham Thailand melemah 0,34 persen. Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,08 persen, indeks saham Jepang Nikkei mendaki 0,62 persen, indeks saham Shanghai menanjak 0,16 persen, indeks saham Singapura bertambah 1,21 persen dan indeks saham Taiwan menguat 0,14 persen.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, rilis data ekonomi defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 2,05 miliar pada November 2018 menjadi sentimen negatif IHSG. Hal itu lantaran angka defisit di atas defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 sebesar USD 1,82 miliar.

"Dari eksternal, sentimen kepastian mengenai kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebesar 25 basis poin menjadi 2,5 persen mempengaruhi para pelaku pasar untuk memilih wait and see,” ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.

 


Sesi I, IHSG Terpangkas

Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencatat penutupan perdagangan pada level 5.296,711 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham sesi pertama awal pekan ini. Tekanan IHSG terjadi di tengah rilis data neraca perdagangan kembali defisit pada November 2018.

Pada penutupan perdagangan saham, Senin 17 Desember 2018, IHSG melemah 61,10 poin atau 0,99 persen ke posisi 6.108,74. Indeks saham LQ45 merosot 1,09 persen ke posisi 975,91. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 259 saham melemah sehingga menekan IHSG. 128 saham diam di tempat dan 109 saham menguat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.174,22 dan terendah 6.099,93.

Total frekuensi perdagangan saham 216.565 kali dengan volume perdagangan 7,5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 4,4 triliun. Investor asing jual saham Rp 126,58 miliar di pasar regular.

Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham tambang naik 0,25 persen. Sektor saham barang konsumsi susut 1,69 persen, dan bukukan penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur tergelincir 1,52 persen dan sektor saham konstruksi melemah 1,51 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham GLOB naik 24,78 persen ke posisi Rp 282 per saham, saham KONI melonjak 24,71 persen ke posisi Rp 424 per saham, dan saham APEX melonjak 22,31 persen ke posisi Rp 1.590 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham MFMI merosot 24,26 persen ke posisi Rp 462 per saham, saham TFCO susut 21,31 persen ke posisi Rp 480 per saham, dan saham SAFE terpangkas 17,50 persen ke posisi Rp 165 per saham.

Bursa saham Asia bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng melemah ke posisi 26.093. Indeks saham Thailand tergelincir 0,35 persen dan indeks saham Shanghai susut 0,10 persen.

Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,22 persen, indeks saham Jepang Nikkei menanjak 0,67 persen, indeks saham Singapura mendaki 1,39 persen, dan bukukan penguatan terbesar. Indeks saham Taiwan menguat 0,32 persen.

IHSG terkoreksi terjadi di tengah rilis data ekonomi neraca perdagangan pada November 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia kembali alami defisit neraca perdagangan capai USD 2,05 miliar pada November 2018. Jadi dari awal Januari hingga November, defisit perdagangan Indonesia mencapai USD 7,52 miliar.

Pelaku pasar pun merespon negatif hal tersebut. Lantaran angka defisit November 2018 lebih besar dari perkiraan. “Kelihatannya begitu. Karena defisit jauh di bawah harapan pasar. Ekspektasi USD 780 juta keluarga USD 2,05 miliar,” ujar VP Sales and Distribution PT Ashmore Assets Management Indonesia, Angganata Sebastian saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, masalah defisit perdagangan sudah terjadi sejak awal tahun. Masalah defisit perdagangan bukan hal yang akan menambahkan kekhawatiran. “Di samping itu, seharusnya defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 lebih baik seiring dengan faktor musiman dan harga minyak yang turun,” kata Angganata.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya