PM Inggris: Referendum Brexit Kedua Bisa Memicu Efek Merusak

Perdana Menteri Theresa May mengatakan bahwa referendum kedua Brexit akan merusak kondisi politik Inggris.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Des 2018, 07:01 WIB
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara di hadapan Uni Eropa (AP/Virginia Mayo)

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris Theresa May memperingatkan seluruh anggota parlemen pada hari Senin, agar tidak mendukung referendum Brexit yang kedua. Jika tetap dilakukan, menurutnya, akan memicu "kerusakan" pada kondisi politik Negeri Ratu Elizabeth II, yang sulit diperbaiki.

"Mari kita tidak mematahkan keyakinan orang-orang Inggris dengan mencoba mengadakan referendum lain," ujar PM May kepada Parlemen, sebagaimana kutipan dari pidatonya yang dirilis oleh Downing Street.

"Referendum lain ... akan memicu kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terkait integritas politik kita," lanjutnya, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Senin (17/12/2018).

May juga mengingatkan bahwa referendum lain justru akan membuat Inggris kian terpecah belah, di saat pemerintah berupaya menyatukannya dalam bingkai Britania Raya.

Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa dalam referendum pada 2016 lalu. Perceraian akan dilakukan pada 29 Maret mendatang.

Di satu sisi, May terus berusaha meyakinkan Parlemen Inggris untuk menerima hasil perjanjian Brexit yang disepakati bersama dengan Uni Eropa pada Oktober lalu.

Theresa May menghadapi berbagai desakan untuk menggelar referendum kedua, yang dimaksudkan untuk menyelesaikan kebuntuan perundingan Brexit dengan Uni Eropa.

Namun, perdana menteri wanita kedua di Inggris itu berpendapat bahwa referendum kedua akan mengkhianati hasil jajak pendapat 2016, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap stabilitas politik Britania setelah Brexit.

Di lain pihak, para penganjur referendum kedua mengatakan bahwa gagasan tersebut seharusnya ditanggapi dengan serius oleh Theresa May.

"Jajak pendapat baru akan berbeda dari referendum pada 2016 lalu, karena kita sekarang tahu lebih banyak tentang apa yang dimaksud dengan Brexit," kata Margaret Beckett, seorang anggota parlemen dari oposisi utama Partai Buruh.

"Setiap upaya untuk memaksa Brexit melewati batas, tanpa memeriksa bahwa hal tersebut memiliki persetujuan lebih lanjut dari publik, justru akan memperkuat perpecahan di Inggris," lanjutnya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Memicu Ketidaktentuan Nasib Politik

Ilustrasi (iStock)

Sementara itu, puluhan anggota parlemen dari semua partai utama juga mendukung referendum kedua, seperti yang dilakukan oleh mantan perdana menteri John Major dan Tony Blair.

Theresa May telah menunda pemungutan suara yang penting oleh anggota parlemen pada rancangan kesepakatan Brexit sampai bulan depan, meninggalkan ketidaktentuan nasib politik dalam negeri.

Jika Parlemen gagal menyetujui proposal Brexit, Inggris akan terlibat konflik saat keluar dari Uni Eropa, yang menurut para ahli, dapat menyebabkan gangguan perdagangan serius dan memicu krisis keuangan.

Namun, mantan menteri luar negeri Boris Johnson, yang juga merupakan seorang penggerak Brexit terkemuka, mengatakan siapa pun yang mempertimbangkan referendum kedua berarti memiliki pemikiran di luar kendali.

"Referendum kedua akan memancing perasaan saling mengkhianati dengan cepat, mendalam dan tak dapat dihilangkan," tulisnya kolom mingguannya di surat kabar Daily Telegraph, awal pekan ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya