Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan Indeks Persepsi Public (IPP) Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) pada 2018 sebesar 5,46.
Angka ini meningkat jika dibandigkan tahun lalu yang sebesar 5.24. Namun jiks dilihat skor maksimum mencapai 10, maka angka itu masih belum memuaskan.
Secara khusus, angka IPP Tindak Pidana Pencucian Uanga (TPPU) pada 2018 sebesar 5,68, dimana angka ini juga belum memuaskan.
Baca Juga
Advertisement
"Berdasarkan evidence-based hasil pengukuran 2018, diketahui bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APU-PPT Indonesia dinilai publik cukup baik, namun perlu adanya upaya yang lebih taktis dari seluruh stakeholder untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap karakteristik, regulasi, risiko TPPU," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di kantornya, Selasa (18/12/2018).
Kiagus menjelaskan, untuk faktor pendorong, pertama, publik meyakini bahwa faktor pendorong yang paling penting dalam mendorong terjadinya TPPU adalah belum efektifnya upaya penegakan hukum di Indonesia.
Kedua, publik mayakini masih minimya teladan yang baik dari politisi dan pejabat pemerintah. Dan ketiga, belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Profil Pelaku Aktif
Jika dilihat dari profil pelaku aktif TPPU, PPATK mencatat ada lima profil yang dianggap publik paling beresiko.
Lima profil tersebut dimulai yang tertinggi adalah Pejabat Legislatif dengaj skor 7.2, Pejabat Eksekutif skor 7.03, Pejabat Yudikatif skornya 6.72, Pegurus/Anggota Parpol 5.70 dan Pengusaha/Wiraswasta skornya 5.37.
Sementara untuk profil yang paling rendah terhadap resiko pencucian uang yaitu Pelajar/Mahasiswa skornya 2.48, Ibu Rumah Tangga skornya 2.56, Petani/Nelayan/Pengrajin/Buruh skorny 2.76.
Advertisement