Liputan6.com, Brussels - Perdana Menteri Belgia Charles Michel mengumumkan pengunduran diri pada Selasa, 18 Desember 2018, beberapa hari setelah banyak rekan koalisinya hengkang akibat ketegangan dalam pembahasan isu imigran.
Michel kehilangan dukungan dari New Flemish Alliance (N-VA)--koalisi nasionalis Belgia-- atas kesepakatan PBB yang ditandatangani di Marrakesh, Maroko, pekan lalu.
Selain itu, sebagaimana dikutip dari BBC pada Rabu (19/12/2018), pengunduran dirinya tersebut juga terjadi akibat desakan serangkaian unjuk rasa di Brussels, yang meluapkan kemarahan terhadap penandatanganan pakta PBB tentang imigran.
Baca Juga
Advertisement
Keputusan Michel untuk mundur dari posisi perdana menteri telah disampaikan ke Raja Philippe. Namun, pihak Kerajaan Belgia belum memberikan tanggapan resmi terhadapnya.
Charles Michel (42) menjabat sebagai perdana menteri pada Oktober 2014, setelah membentuk koalisi sayap kanan. Dia juga disebut sebagai sosok termuda yang memimpin pemerintahan Belgia, sejak negara itu memproklamirkan bentuk monarki konstitusional pada 1841.
Pengunduran diri Michel disampaikan menyusul perdebatan di parlemen, di mana partai-partai oposisi menolak seuran untuk mendukung kebijakan baru pada isu imigrasi yang diusung oleh pemerintah berkuasa.
Untuk sementara, Belgia tidak akan memiliki perdana menteri hingga pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada Mei mendatang.
Namun, beberapa analis, memperkirakan bahwa kondisi saat ini bisa mendorong terjadinya pemilu dini di Belgia, yang kemungkinan maju dua atau tiga bulan lebih awal.
Simak video pilihan berikut:
Kritik Meluas di Eropa
Sebelumnya, Charles Michel membela pakta Marrakech tentang isu imigran, di mana dia mengatakan bahwa hal itu memberikan "kesempatan untuk kerja sama Eropa dan internasional yang lebih baik".
Kesepakatan--yang tidak mengikat secara hukum--itu mencari pendekatan internasional untuk migrasi, yang "menegaskan kembali hak kedaulatan negara untuk menentukan kebijakan imigrasi nasional mereka".
Namun, kritik di Eropa meyakini bahwa pakta tersebut akan menyebabkan peningkatan arus imigrasi ke Benua Biru.
Pada bulan Juli, 196 anggota PBB menyetujui inisiatif global untuk menghadirkan kondisi migrasi yang aman dan teratur.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh 164 negara, dengan AS dan sejumlah negara Eropa--termasuk Austria, Hongaria, Italia, Polandia dan Slovakia--menolak mengadopsinya secara formal.
Advertisement