Ambang Batas Tarif Jadi Poin Penting di Aturan Ojek Online

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini telah merumuskan sebuah aturan baru demi mengakomodir keberadaan ojek online (ojol).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 19 Des 2018, 18:30 WIB
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Kurangnya pengawasan petugas menyebabkan trotoar dan bahu jalan dipenuhi oleh PKL dan ojek online. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini telah merumuskan sebuah aturan baru demi mengakomodir keberadaan ojek online (ojol).

Dalam hal ini, Menteri Perhubungan memiliki hak diskresi yang tertuang pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara untuk mengeluarkan sebuah Peraturan Menteri.

Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi menyatakan, draft kebijakan seputar ojol ini telah dibuat, dengan ambang batas tarif menjadi poin penting yang dibahas di dalamnya.

"Draft peraturannya sudah dilakukan. Sebenarnya itu adalah satu bagian yang meneruskan apa yang sudah diatur oleh kita. Tarif kita ada batas atas-batas bawah, karena yang paling sensitif itu tarif," ujar dia di Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Adapun kebijakan terkait transportasi umum telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pada aturan tersebut, disebutkan kendaraan roda dua seperti ojek online tidak termasuk dalam daftar angkutan umum.

Budi menuturkan turut mencermati, profesi ojol kini sudah memberikan penghidupan bagi masyarakat banyak. "Kita melihat bahwa satu kegiatan yang sudah berlangsung, apalagi sudah menghidupi masyarakat banyak, mestinya diatur," tegasnya.

Berkat adanya diskresi yang memberikan kewenangan bagi menteri untuk mengeluarkan peraturan, ia melanjutkan, dirinya akan coba menggunakan hak tersebut. "Kita akan mengatur dalam hal perlindungan terhadap mereka (pengendara ojol), bahwa mereka itu mendapatkan tarif yang sesuai," sambungnya.

"Jadi jangan murah tapi juga jangan tinggi. Kalau murah itu mereka tidak bisa mendapatkan uang untuk sehari-hari, kalau tinggi customer-nya nanti enggak mau," dia menambahkan.

Oleh karena itu, dia meneruskan, Kementerian Perhubungan akan mensosialisasikan kepada operator untuk memberikan kepastian terkait ambang batas tarif ojek online.

"Saya minta kepada operator, tarifnya itu wajar, jangan ada diskon yang berlebihan. Tapi sebaliknya, saya juga sampaikan, saya juga menjamin bahwa tidak mungkin kita memenuhi suatu tarif yang tinggi, karena itu membuat ojol yang tadinya jadi alternatif yang murah menjadi tidak murah lagi," tutur dia.

 


Kemenhub Akhirnya Susun Aturan soal Ojek Online

Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Keadaan ini mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya merumuskan aturan demi mengakomodir ojek online. Pembahasan ini dilakukan sesuai dengan masukan berbagai pihak.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi mengatakan, sejauh ini pihaknya telah mengundang beberapa pakar dan pelaku industri dalam proses pembahasannya. 

"Jadi memang Pak Menteri Perhubungan itu punya diskresi yang tertuang dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara, di mana dalam pasal 12 Kemenhub bisa mengeluarkan satu Peraturan Menteri sepanjang sudah ada aktivitas di masyarakat tapi belum ada aturannya," kata Budi di Kemenhub, Selasa 18 Desember 2018.

Budi mengakui, memang kendaraan roda dua tidak masuk dalam daftar angkutan umum yang tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ).

Namun demikian, ia menuturkan, prinsip pembuatan aturan ini bukan berarti menjadikan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum, tapi isi PM ini lebih kepada mengatur soal keselamatan, tarif dan masalah suspend. 

"Pak Menteri minta aturan ini secepatnya bisa dilahirkan. Dan beliau minta draftnya harus selesai besok," tegas dia.

Dalam aturan ojek online ini akan juga diatur mengenai aspek keselamatan baik untuk pengemudi hingga penumpangnya. Budi menuturkan, seperti salah satunya yang dipertimbangkan adalah para pengemudi wajib menggunakan jaket yang menjadi atribut masing-masing perusahaan.

"Karena jaket ini bisa meminimalisir terjadinya luka-luka jika terjadi apa-apa di jalan, selain wajib menggunakan helm," ujar dia. Budi mengklaim apa yang tengah dibahas ini sudah mendapat dukungan dari pihak Korlantas. (Yas)

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya