Manula di Korea Selatan Kerap Melakukan Kejahatan, Fenomena Apa?

Tindak kejahatan di Korea Selatan disebut lebih banyak dilakukan oleh manula, dibanding usia muda. Apa alasannya?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 20 Des 2018, 09:01 WIB
Ilustrasi lansia (iStockphoto)

Liputan6.com, Seoul - Sebuah fenomena unik sekaligus memprihatinkan terjadi di Korea Selatan, di mana ancaman kenakalan geng remaja jauh lebih kecil dibandingkan dengan tindak kriminal yang dilakukan oleh banyak manula.

Menurut statistik resmi dari otoritas hukum Ngeri Ginseng, diketahui bahwa terjadi peningkatan 45 persen dalam lima tahun terakhir, tentang kejahatan yang dilakukan oleh orang berusia 65 tahun ke atas.

Dikutip dari CNN pada Rabu (19/12/2018), kejahatan serius oleh kelompok manula, termasuk pembunuhan, pembakaran, pemerkosaan, dan perampokan meningkat hingga 70 persen, dibandingkan dengan kondisi serupa pada sekitar seribu kasus di tahun 2013.

Dalam satu kasus, pada bulan November, seorang pria berusia 70-an ditangkap karena diduga menyerang kurir atas keterlambatan pengiriman parsel. Ketika polisi tiba, ternyata lelaki itu lupa dia sudah menerima paket itu dua hari sebelumnya.

Pada bulan Agustus, seorang manula lainnya diduga menewaskan dua pegawai negeri dan melukai seorang tetangga karena perselisihan soal distribusi air.

Dan pada bulan April, seorang wanita berusia 69 tahun dilaporkan sengaja menuangkan pestisida ke dalam sup ikan, yang dihidangkan di dalam sebuah pesta desa.

Lebih dari 14 persen warga Korea Selatan berusia di atas 65 tahun, menjadikan "masyarakat usia" resmi di negara berada di bawah klasifikasi PBB.

Namun, ketika manula hidup lebih lama, banyak yang tidak dapat menopang diri mereka sendiri secara finansial. Sekitar 60 persen warga Korea Selatan yang lanjut usia, diketahui tidak memenuhi syarat untuk mendapat pensiun nasional.

Hal di atas dikarenakan belum diperkenalkan secara luas sistem jaminan hari tua hingga tahun 1988, sehingga membuat hampir separuh populasi manula saat ini berada dalam kondisi yang relatif miskin.

"Dengan tidak ada pekerjaan yang memungkinkan orang tua untuk berkontribusi pada masyarakat, mereka merasa putus asa, dan ini dapat menyebabkan permusuhan terhadap orang lain, depresi dan perilaku antisosial," kata Cho Youn-oh, seorang profesor dan kriminolog di University of Dongguk.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Masalah Berlanjut Setelah Dibebaskan

Ilustrasi bendera Korea Selatan (AP/Chung Sung-Jun)

Sementara itu, banyak penjara di Korea Selatan turut berjuang mengatasi membludaknya jumlah tahanan manula.

Otoritas tekait mengatakan bahwa tahanan senior dapat membawa berbagai masalah kesehatan termasuk demensia, kanker dan ginjal -serta seringkali harus dipisahkan dari penduduk lainnya.

"Tidak hanya fisik mereka lebih lemah, ketika mereka dirawat dengan orang-orang yang lebih muda, kemungkinan mereka terlibat perkelahian lebih tinggi karena kesenjangan generasi dan perbedaan budaya," kata Lee Yun-hwi, Wakil Direktur Lembaga Pemasyarakatan Nambu di Seoul.

Ditambahkan oleh Lee, kembali ke tengah masyarakat bisa merepresentasikan masalah yang signifikan bagi banyak narapidana manula. Sekitar 30 persen dari tahanan lanjut usia melakukan kejahatan setelah dibebaskan, di mana intensitasnya berada di atas tingkat residivisme umum sebesar 20 persen.

Bersama dengan Jepang, Korea Selatan segera memasuki ambang kritis penurunan kelompok usia produktif pada 2025. Untuk itu, menurut Lee, masyarakat harus memahami situasi sulit yang dihadapi banyak warga lansia, sehingga kebijakan terkait yang tengah digerakkan oleh pemerintah dapat memperoleh dukungan lebih luas.

"Untuk saat ini, salah satu tempat paling aman bagi banyak tahanan lanjut usia mungkin adalah penjara itu sendiri. Ketika banyak narapidana dibebaskan, mereka tidak punya tempat untuk pergi atau tidur. Tidak ada uang untuk makan dan minum," pungkas Lee.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya