Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan Ekonomi (LIPI), Agus Eko Nugroho, memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 sebesar 5,4 persen. Proyeksi ini lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 sebesar 5,3 persen.
Agus mengatakan, angka tersebut dapat tercapai apabila tren perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa dilalui dan dipecahkan pada tahun depan. Maka dari itu, ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Baca Juga
Advertisement
"Bagaimana proyeksi 2019? Tren ekspetasi kami bahwa kita menuju pada tren perbaikan ekonomi global, jadi artinya kita berharap bahwa perang dagang akan bisa terlampaui di 2019, harapannya akan menjaga dan mendorong ekonomi global yang semakin membaik. Jadi growth akan ada dikisaran 5,2 hingga 5,4 persen itu optimistis moderat dari proyeksi," katanya dalam diskusi Outlook Ekonomi Indonesia 2019, di Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang ditaksir mencapai hingga 5,4 persen, maka pihaknya juga memprediksi inflasi di tahun depan berada di kisaran 3,5 persen sampai 3,9 persen. Angka ini lebih tinggi daripada inflasi yang dipatok pemerintah melalui APNN 2019.
"Tantangannya selain kita menjaga harga bahan pangan, juga menjaga stabilitas dibahan bakar itu tantangan utama," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sektor Ritel Melambat Bakal Bayangi Pertumbuhan Ekonomi 2019
Sebelumnya, pengamat Ekonomi, M. Nawir Messi pesimistis, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,2 persen pada 2019. Hal tersebut karena pertumbuhan sektor konsumsi masih di bawah tahun-tahun kejayaannya.
Nawir menuturkan, konsumsi rumah tangga bisa dilihat dari pertumbuhan sektor ritel yang terjadi saat ini. Sejak 2011 sektor ritel mampu tumbuh dua digit, tapi hal itu tidak terjadi di tahun 2017 dan 2018.
Mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini menuturkan, pada 2011 dan 2012, sektor ritel mampu tumbuh dua digit dengan mencapai 14-15 persen.
BACA JUGA
"Teman-teman banyak yang optimis sekarang lebih dari 5 persen dan tahun depan 5,2. Saya kok tidak melihat itu, karena konsumsi rumah tangga indikator yang utama adalah pertumbuhan ritel," ujar dia, dalam diskusi, di Atjeh Connection Sarinah, Jakarta, Sabtu (15/12/2018).
Menurut dia, jika kinerja sektor ritel tak moncer, hal tersebut berarti adanya penurunan permintaan dari masyarakat. "Ini implikasinya adalah permintaan rumah tangganya stagnan. Jadi saya kok agak ragu kita bisa tumbuh 5,2 persen (pada tahun 2019)," lanjut dia.
Advertisement