Liputan6.com, Ankara - Di tengah ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan Turki pada berbagai masalah, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan pada Selasa 18 Desember 2018 bahwa mereka menyetujui kemungkinan penjualan sistem rudal Patriot senilai US$ 3,5 miliar ke Ankara.
Persetujuan tersebut merupakan upaya oleh AS untuk membuat Turki melepaskan rencananya untuk membeli sistem pertahanan rudal S-400 buatan Rusia, demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis (20/12/2018).
Baca Juga
Advertisement
Rencana pembelian S-400 telah menjadi penghalang utama bagi hubungan AS-Turki yang lebih dekat, di tengah kekhawatiran sistem Rusia dapat memungkinkan Moskow untuk mengumpulkan intelijen pada sistem Amerika dan NATO.
Upaya Turki untuk membeli S-400, mungkin juga telah membahayakan prospek penjualan pesawat tempur AS F-35. Karena, anggota Kongres AS telah berusaha untuk memblokir pengiriman jet Ankara atas kekhawatiran terhadap Rusia.
Kendati demikian, juru bicara pemerintahan Rusia, Dmitry Peskov mengatakan pada Rabu 19 Desember bahwa Moskow kembali mengintensifkan mengejar perjanjian dengan Turki untuk menjual sistem pertahanan rudal S-400.
Ketika ditanya apakah langkah tersebut terkait dengan kabar penjualan rudal Patriot AS, Peskov mengatakan "itu tidak terkait."
Sementara itu, pengumuman tersebut muncul tak lama setelah Presiden Donald Trump berbicara dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan pekan lalu, memicu tanda tanya apakah penjualan rudal Patriot mungkin ada hubungannya dengan prospek penarikan pasukan AS dari Suriah utara --di mana Turki tengah berkonflik dengan kelompok Kurdi di sana.
Tapi, seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS menyangkal ada hubungan antara pengumuman rencana penjualan rudal Patriot dengan hal tersebut.
"Pemberitahuan ini memberikan alternatif terhadap interoperabilitas NATO dari S-400 Rusia: tidak lebih, tidak kurang. Ini tidak ada hubungannya dengan masalah kebijakan lainnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri kepada CNN.
Selain keprihatinan atas pembelian sistem persenjataan Rusia oleh Turki, Washington dan Ankara telah terlibat dalam sengketa publik tentang berbagai masalah, termasuk dukungan AS untuk milisi Kurdi di Suriah dan keengganan Washington untuk mengekstradisi ulama yang mengasingkan diri ke AS, Fethullah Gulen, yang dituduh Ankara terlibat upaya kudeta Turki 2016.
Simak video pilihan berikut:
Erdogan Berjanji Usir Militan Kurdi dari Perbatasan Suriah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji pada Senin 17 Desember, bahwa pemerintahannya akan mengusir milisi Kurdi --yang dipandang sebagai teroris oleh Ankara-- dari wilayah perbatasan dengan Suriah, jika AS gagal memastikan kelompok pemberontak itu meninggalkan sisi timur Sungai Eufrat.
Ancaman itu muncul setelah Erdogan berbicara di telepon dengan Presiden AS Donald Trump pada Jumat 14 Desember, yang menyatakan bahwa keduanya setuju untuk memastikan "koordinasi lebih efektif" antara operasi militer mereka di Suriah.
Dikutip dari The Straits Times pada Selasa 18 Desember 2018, pembicaraan di atas dilakukan menyusul ancaman oleh Erdogan pada pekan lalu, untuk melancarkan serangan terhadap milisi Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) yang didukung AS di sebelah timur Sungai Eufrat, dalam "beberapa hari ke depan". Baca selengkapnya...
Advertisement