Liputan6.com, Jakarta - Miliarder George Soros dinobatkan menjadi Person of the Year versi Financial Times. Gelar tersebut diberikan berkat usahanya mendukung demokrasi dan melawan pemerintahan yang bersifat otoriter.
Dikutip dari Financial Times, Jumat (21/12/2018), Soros terpilih karena mewakili nilai-nilai seperti demokrasi liberal dan masyarakat yang terbuka. Saat ini, Financial Times menganggap dua hal itu sedang dalam serangan Presiden Amerika Serikat (AS) dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca Juga
Advertisement
Dijelaskan pula bahwa George Soros telah menggunakan filantropi sebagai cara melawan tindakan otoriter, rasisme, dan intoleransi. Akibat aksi sosialnya, sanf miliarder kerap menjadi bahan serangan politik, terutama hal berbau konspirasi yang tak terlepas dari latarnya yang beragama Yahudi.
"Saya dianggap sebagai iblis. Fakta bahwa para ekstrimis termotivasi untuk membunuh karena teori konspirasi abal-abal benar-benar membuat saya sedih," ujar Soros seperti dikutip Market Watch.
Pada Oktober lalu, George Soros dikirim paket bom ke rumahnya di New York, beruntung tidak ada ledakan terjadi. Sebulan kemudian, yayasan Open Society miliknya terpaksa tutup di Turki. Hal itu tak terlepas dari kemarahan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang menuding Soros mendukung pria dibalik protes massal Gezi Park yang terjadi pada 2013 lalu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tudingan Trump
Presiden Trump, tanpa bukti, juga sempat menuding Soros mengerahkan pendemo bayaran dan mendanai imigran besar-besaran dari Honduras.
Soros meraup hartanya sebagai manajer hedge fund yang berkiprah di New York sejak tahun 1969. Forbes menaksir harta miliarder ini mencapai USD 8,3 miliar atau setara 120 triliun (USD 1 = Rp 14.472).
Advertisement