Liputan6.com, Banjarnegara - Warga Banjarnegara, Jawa Tengah sempat dibuat heboh oleh beredarnya retakan tanah longsor yang semburkan api. Belakangan diketahui, peristiwa itu terjadi di Majatengah Kecamatan Banjarmangu, awal dasarian kedua Desember 2018.
Dalam video tersebut, bahkan dua orang yang mendapati api dalam retakan berusaha memadamkannya. Tetapi bukannya padam, api justru bertambah besar.
Baca Juga
Advertisement
Di luar retakan tanah yang menyemburkan api, secara bersamaan retakan tanah longsor juga banyak ditemukan di daerah tebing yang kini menjadi perkebunan salak ini.
Hanya saja, retakan tanah yang ada di jalan setapak ini lah yang menyemburkan api.
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memastikan, semburan api dari retakan tanah ini aman dari gas beracun. Hanya saja, gas apa yang bisa terbakar, belum diteliti lebih lanjut.
Hanya saja, PVMBG menduga api yang menyala dari retakan tanah itu berasal dari terbakarnya gas alam.
"Kita hanya meneliti gas beracunnya saja. Itu aman," ucap Surip, Kepala Pos Pengamatan Gunung Dieng, PVMBG, beberapa waktu lalu.
Munculnya retakan tanah longsor yang menyemburkan api itu mengingatkan bencana yang terjadi sekitar 23 tahun silam, tepatnya tahun 1996. Ternyata, wilayah ini pada masa itu adalah permukiman padat penduduk.
Namanya Dusun Kalitengah. Gerakan tanah atau longsor yang terus terjadi memaksa puluhan warga dusun pindah, alias bedol dusun.
Satu Keluarga Tertinggal di Kalitengah
Retakan tanah yang terjadi di tebing atau lereng, mengancam langsung rumah warga. Nyawa dan harta dipertaruhkan. Sewaktu-waktu, bisa saja ribuan kubik material longsoran menimbun kampung mereka.
"Api itu muncul di Kalitengah, di situ memang rawan longsor," ucap Kepala Desa Majatengah, Sarno.
Sejak saat itu, dusun di mana muncul retakan tanah yang menyemburkan api itu ditinggalkan. Warga memulai hidup baru di permukiman yang relatif lebih aman.
Dusun Kalitengah yang pada masanya adalah perkampungan, kini telah berubah menjadi perkebunan salak. Tetapi, jejak keberedaan permukiman masih ada.
Di tempat ini, masih berdiri sebuah rumah penduduk berbahan kayu. Rumah itu dihuni oleh satu Kepala Keluarga, Ahmad Khoirulloh, satu-satunya keluarga yang menghuni wilayah ini.
Sarno pun tak pahaam alasan apa yang membuat Khoirulloh memilih bertempat tinggal terpisah dari penduduk lain yang sudah lama meninggalkan dusun mereka ini. Padahal, tanah di sekitar tempat tinggal itu terus bergerak dan mengancam.
Dari retakan tanah longsor yang menyemburkan api, rumah ini hanya berjarak sekitar 20 meter. Namun, keluarga ini tetap bertahan di lokasi perkebunan yang sepi ini.
"Tinggal rumah satu itu yang masih bertahan," Sarno menambahkan.
Advertisement
Longsor Semakin Meluas
Ancaman longsor di Kalitengah tak berhenti. Bahkan kini dampak longsor di tempat ini kian meluas. Gerakan tanah terjadi di dua dusun, yakni Dusun Kalitengah dan Dusun Majatengah Desa Majatengah.
Di wilayah Dusun Kalitengah, longsor menimpa 10 hektar lebih lahan pertanian warga yang rata-rata ditanami bibit salak. Lahan tebing yang berada di atas sungai Kacangan tersebut ambles hingga puluhan meter.
Jalan setapak yang biasa dimanfaatkan petani untuk mengakses kebun pun lenyap karena longsor. Lahan berubah terjal tak beraturan. Ribuan tanaman salak yang jadi produk inti lahan tersebut rusak dan bertumbangan.
Sarno mengungkapkan, sebelumnya dampak longsor di wilayah ini baru sekitar 4 hingga 5 hektar. Saat itu, peristiwa longsor diikuti dengan fenomena munculnya api dari retakan tanah di jalan setapak.
Kini dusun yang sudah ditinggalkan penduduknya itu kembali longsor dengan dampak cukup parah. Berhektar-hektar tanaman salak dan komoditas lainnya rusak akibat longsor.