Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) telah menguasai 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia. Namun, langkah tersebut mendapat kritik dari Wakil Ketua DPR Fadli yang menganggapnya sebagai kebijakan sontoloyo.
Sekejn PDIP Hasto Kristiyanto menilai pihak yang mengkritik langkah pemerintah atas divestasi saham PT Freeport mengindikasikan ketidaksiapan hal positif.
Advertisement
"Ketika itu justru dikritik menunjukan bahwa mereka belum siap dengan narasi terhadap hal hal yang positif yang menjadi keberhasilan Pak Jokowi sehingga mereka hanya melakukan mencela, mencela, dan mencela. Itu yang dinilai oleh rakyat," kata hasto di posko pemenangan TKN, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Sebelumnya, Fadli Zon menyatakan pemerintah Indonesia seharusnya tidak perlu membeli saham Freeport dengan alasan tambang yang sebelumnya didominasi kepemilikan Amerika itu akan habis masa kontrak tahun 2020.
"Jadi mestinya kita tunggu, wong Freeport itu akan habis (kontraknya) 2021. Kan pembicaraan kontraknya baru dimulai 2019, untuk apa kita membeli saham milik kita sendiri?" kata Fadli.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Keuntungan Beli Saham Freeport
PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) rela berutang dengan menerbitkan obligasi global (global bond) untuk menjalankan aksi korporasi mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia. Dalam pengambilalihan ini, Inalum mendapat 41,64 persen saham Freeport Indonesia senilai USD 3,85 miliar.
Transaksi pembelian tersebut pun telah dilakukan, sehingga kepemilikan saham Inalum pada perusahaan tambang tersebut menjadi 51,23 persen.
Apa alasannya Inalum membeli saham Freeport Indonesia?
Dikutip dari keterangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui akun Instagram @kementerinbumn, di Jakarta, Sabtu (22/12/2018), keuntungan dengan kepemilikan 51,23 persen saham Freeport adalah Inalum memiliki andil dalam pengerukan tambang tembaga dengan cadangan terbesar di dunia.
Tambang tersebut memiliki simpanan emas, tembaga dan perak dengan nilai lebih dari Rp 2,190 triliun hingga 2041.
Keuntungan kedua dirasakan oleh masyarakat Papua. Dari kepemilikan saham 51,23 persen, Pemerintah Daerah Papua memiliki 10 persen saham. Meski hanya 10 persen, mulai 2023, Pemerintah Daerah Papua akan mendapat hampir Rp 3 triliun per tahun dari dividen Freeport Indoneia.
Selain itu, memiliki saham mayoritas tentunya membawa dampak pada peningkatan penerimaan negara, dengan kontribusi dari pajak, royalti, pajak ekspor, dividen, dan pungutan lainya. Pada tahun lalu, pendapatan dari berbagai macam pungutan tersebut mencapai Rp 10,8 triliun.
Tak hanya itu, keberadaan perusahaan tersebut juga menyediakan lapangan kerja, dengan potensi menyerap 29 ribu pekerja. 2.888 pekerja adalah orang Papua. Hingga Maret 2018 Freeport telah menyerap 7.028 pekerja.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement