Tidak Ada Peringatan Dini Tsunami di Selat Sunda, Ini Kata BMKG

Banyaknya korban yang jatuh akibat tsunami disebut karena tidak adanya peringatan dini dari BMKG.

oleh Muhammad Ali diperbarui 23 Des 2018, 10:07 WIB
Ilustrasi tsunami (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Tsunami menerjang beberapa daerah di sekitar Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018, sekitar pukul 21.00 WIB. Puluhan orang meninggal dunia akibat bencana ini.

Menurut data BNPB, hingga hari ini pukul 07.00 WIB tadi, ada 43 orang meninggal dunia. Sementara ratusan orang mengalami luka-luka.

Banyaknya korban yang jatuh dalam kejadian itu disebut karena tidak adanya peringatan dini dari BMKG. Lantas, bagaimana tanggapan BMKG.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, menegaskan tsunami yang terjadi di Selat Sunda akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau. Kejadian ini bukan karena gempa bumi.

"Untuk kasus tsunami akibat Gunung Anak Krakatau belum ada peringatan dini. Yang ada peringatan dini akibat gempa bumi tektonik," ujar Triyono di Gedung BMKG, Jakarta, Minggu (23/12/2018).

Dia menambahkan, kejadian ini sudah pernah terjadi pada 1983. Saat itu, Gunung Krakatau meletus hingga menimbulkan bencana besar.

"Kalau gunung ada di laut dampaknya seperti itu, pada 1983 Krakatau meletus dampaknya luar biasa. Ini terjadi tidak separah tahun itu," ucap dia.

Untuk itu, BMKG mengimbau masyarakat yang berlibur agar tidak bermain di pantai Selat Sunda. Sebab aktivitas gunung Anak Krakatau masih dalam status waspada.

"Penigkatan vulkanik Gunung Anak Krakatau, harus lebih waspada. Ada dampak yang ditimbulkan, seperti tsunami yang siginifikan," ucap dia.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya