Liputan6.com, Yogyakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, terkait berbunyinya sirine di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Minggu siang (23/12/2018) yang membuat panik warga, bukan dipengaruhi oleh tsunami susulan, tetapi dimungkinkan karena kerusakan peralatan.
"Sirine tersebut merupakan milik BMKG yang dioperasionalkan oleh BPBD setempat. BMKG memastikan tidak mengaktifkan sirine tersebut. Namun, masyarakat tetap diminta waspada dan sebaiknya menghindari pantai," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Yogyakarta, Minggu seperti dilansir Antara.
Advertisement
Dia pun meminta warga di sekitar Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan untuk menjauhi pantai.
"Karena erupsi Gunung Anak Krakatau masih terus terjadi, maka dimungkinkan tsunami susulan masih akan ada. Oleh karena itu, masyarakat diminta menjauhi pantai untuk mengantisipasi tsunami susulan," kata dia.
Menurut dia, jarak aman dari pantai di sejumlah lokasi yang terdampak tsunami Selat Sunda bervariasi karena tergantung topografi wilayah. Jarak terjangan gelombang tsunami Selat Sunda bervariasi antara 50 meter hingga 100 meter.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Korban Meninggal
Hingga Minggu (23/12/2018) pukul 13.00 WIB, BNPB mendata jumlah korban tsunami Selat Sunda tercatat sebanyak 168 orang meninggal dunia, 745 luka-luka, 30 orang hilang, 558 rumah rusak, sembilan hotel rusak berat, 60 warung kuliner rusak, 350 kapal dan perahu rusak.
Data tersebut berasal dari tiga kabupaten yang terdampak tsunami yaitu Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan.
Daerah yang mengalami kerusakan paling parah berada di Kabupaten Pandeglang dengan 126 korban meninggal dunia, 624 korban luka-luka, empat hilang, 446 rumah rusak, sembilan hotel rusak berat, 350 kapal dan perahu rusak, 60 warung rusak, dan kerusakan puluhan mobil serta sepeda motor.
Sejumlah akses jalan juga dilaporkan mengalami kerusakan seperti Serang dan Pandeglang yang terputus.
"Terkait dengan banyaknya korban, hal itu disebabkan karena wilayah terdampak merupakan tempat tujuan wisata dan kebetulan kejadian terjadi saat libur panjang," katanya.
Sutopo menyatakan, tsunami Selat Sunda tersebut datang secara tiba-tiba pada Sabtu 22 Desember 2018 malam sekitar pukul 21.27 WIB dengan ketinggian dua hingga tiga meter.
"Tidak ada tanda-tanda, gejala atau peringatan dini dari pihak manapun terkait kejadian tersebut," katanya.
Seluruh pihak terkait, lanjut dia, masih terus melakukan evakuasi terhadap korban tsunami dengan menggunakan sejumlah alat berat dan pendataan terhadap daerah terdampak.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana, mengatakan, akan mengirimkan tujuh personel untuk membantu melakukan pendataan dan pemetaan terhadap daerah terdampak tsunami Selat Sunda.
Advertisement