Sutopo BNPB: Anak Gunung Krakatau Tumbuh 4-5 Meter per Tahunnya

Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan gelombang tsunami pada 22 Desember 2018 bukan yang terbesar. Periode Oktober sampai November sudah terjadi yang lebih besar.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Des 2018, 09:11 WIB
Gunung Anak Krakatau. (dok BNPB)

Liputan6.com, Jakarta Gelombang tsunami menerjang Serang dan Lampung pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam. Penyebabnya diduga berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau di dalam laut.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan gelombang tsunami pada 22 Desember 2018 bukan yang terbesar. Periode Oktober sampai November sudah terjadi yang lebih besar.

Dalam akun Twitter resminya, dia memberi informasi terkait pantauan Gunung Anak Krakatau yang disisipkan gambar. Foto tersebut diambil dari pesawat Grand Caravan Susi Air pada 23 Desember 2018.

"Erupsi kemarin bukan yang terbesar. Periode Oktober-November 2018 terjadi erupsi lebih besar. Status Waspada (level 2)," tulis Sutopo yang dikutip Liputan6.com, Senin (24/12/2018).

Sutopo menjelaskan, aktivitas Gunung Anak Krakatau dalam 3 bulan terakhir terjadi setiap hari. Pertumbuhannya pun terus meningkat setiap tahun.

"Hampir setiap hari Gunung Anak Krakatau meletus. Status tetap Waspada. Radius berbahaya 2 km dari puncak kawah," tulisnya.

Tak hanya itu, pertumbuhan Gunung Anak Krakatau pun terus meningkat. Kata Sutopo, pertumbuhan tersebut terjadi setiap tahunnya.

"Gunung Anak Krakatau masih dalam tahap pertumbuhan. Tubuhnya tambah tinggi 4-6 meter per tahun," tulisnya lagi.

Saksikan video menarik berikut ini:


Beberapa Alasan

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudy Suhendar mengakui jika terjadi letusan pada Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12/2018) malam.

"Tanggal 22 Desember, seperti biasa hari-hari sebelumnya Gunung Anak Krakatau terjadi letusan. Jam 21.03 tadi malam terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami," jelas dia kepada Liputan6.com, Minggu (23/12/2018).

Dia mengatakan pihaknya masih mendalami perihal aktivitas letusan Gunung Anak Gunung Krakatau menjadi penyebab tsunami di wilayah Anyer dan pantai di pesisir Lampung Selatan.

Ini karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami. Pertama, saat tremor-tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami

Kemudian kedua, material lontaran saat letusan-letusan yang jatuh sekitar tubuh gunung api masih yang bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.

Ketiga, untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup masif (besar) yang masuk ke dalam kolom air laut.

Keempat, untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamat

"Kelima, kami masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunung api dengan tsunami," dia menandaskan.

(Liputan6.com/Rifqi Aufal Sutisna)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya