Liputan6.com, Jakarta - App Store diketahui lebih unggul daripada Google Play Store dalam hal kemampuan developer untuk memonetisasi aplikasi mereka, termasuk belanja konsumen in-app dan berlangganan.
Kini laporan baru dari perusahaan analisis aplikasi mobile, Sensor Tower, kian menguatkan hal tersebut.
Dikutip dari Tech Crunch, Rabu (26/12/2018), Sensor Tower dalam laporannya mengungkap bahwa App Store milik Apple menghasilkan lebih banyak aplikasi bernilai jutaan dolar pada 2018 dibandingkan Play Store. Perbandingannya hampir dua kali lipat.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data perusahaan tersebut, sebanyak 164 publisher atau developer aplikasi menghasilkan pendapatan bersih US$ 1 juta pertamanya di App Store Amerika Serikat (AS) pada 2018. Google Play Store hanya 88 developer.
Kendati demikian, kedua toko aplikasi mobile tersebut sama-sama mengalami pertumbuhan dalam hal aplikasi baru dengan pendapatan jutaan dolar.
Berdasarkan data tahun lalu, App Store AS menghasilkan 143 developer dengan pendapatan US$ 1 juta pertama. Toko aplikasi Android milik Google pun tumbuh dari 71 developer pada tahun lalu menjadi 88 pada 2018.
Sebagian besar developer dengan pendapatan US$ 1 juta pertama di App Store pada tahun ini berasal dari sektor gim. Hal serupa juga terjadi di Google Play Store.
Terlepas dari App Store dan Google Play Store, konten gim sendiri juga dinilai sebagai kontributor terbesar dari pendapatan berbagai toko aplikasi lainnya.
Adapun App Store dan Google Play Store terus mengalami pertumbuhan, baik dalam hal jumlah unduhan dan belanja konsumen.
Secara global, kedua toko aplikasi itu menghasilkan 113 juta unduhan pada tahun ini dan US$ 76 miliar untuk belanja konsumen per pertengahan Desember 2018.
Imbas Penangkapan Petinggi Huawei, Produksi iPhone Bisa Dipangkas
Terlepas dari perkembangan bisnis toko aplikasinya, Apple diprediksi akan menghadapi kendala di pasar smartphone.
Menurut analis Rosenblatt, Jun Zhang, Apple akan memangkas produksi iPhone pada kuartal II tahun fiskal perusahaan, yakni Januari-Maret 2019. Produksi iPhone akan dipangkas sebesar empat juta unit.
Prediksi Zhang berdasarkan peluang besar melemahnya penjualan iPhone di Tiongkok. Namun, melemahnya penjualan bukan disebabkan pemblokiran penjualan iPhone yang melanggar paten Qualcomm di negara tersebut, melainkan imbas dari perkara penangkapan petinggi Huawei beberapa waktu lalu di Kanada.
Seperti diketahui, kepala keuangan Huawei, Meng Wanzhou, beberapa waktu lalu ditangkap di Kanada dan direncanakan akan diekstradisi ke AS karena diduga telah melakukan perdagangan ilegal dengan Iran. Huawei dinilai telah melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Wanzhou sempat ditahan selama beberapa hari, setelah akhirnya diputuskan bebas dengan uang jaminan 10 juta dolar Kanada. Selain itu, juga ada sejumlah syarat yang harus dipatuhi.
Penangkapan petinggi Huawei itu disebut memicu munculnya gerakan dukungan untuk perusahaan. Mitra penyuplai Huawei, Menpad, dilaporkan akan mendenda karyawan yang membeli iPhone.
Selain itu, Menpad juga akan memberikan subsidi jika karyawan membeli ponsel buatan perusahaan-perusahaan asal Tiongkok, termasuk Huawei. Sejumlah perusahaan lain di Tiongkok diduga melakukan hal yang sama.
Sejauh ini, belum bisa dipastikan seberapa besar gerakan nasionalisme di Tiongkok akan memengaruhi penjualan iPhone. Namun karena hal tersebut, Zhang memperkirakan Apple akan memangkas produksi iPhone XR sebanyak 2,5 juta unit, iPhone XS sebanyak 1 juta unit, dan iPhone XS Max sebanyak 500 ribu unit, sepanjang Januari hingga Maret 2019.
Advertisement
Masih Jual iPhone di Tiongkok, Qualcomm Tuding Apple Langgar Putusan Pengadilan
Terlepas dari prediksi Zhang, Apple sendiri memang tengah menghadapi masalah di Tiongkok. Qualcomm beberapa waktu lalu, menuding Apple telah melanggar keputusan pengadilan karena masih menjual iPhone di Tiongkok.
Berdasarkan keputusan pengadilan yang mengabulkan tuntutan Qualcomm, penjualan hampir semua iPhone di negara tersebut harus dihentikan.
Dikutip dari CNBC, Jumat (14/12/2018), Qualcomm membawa bukti pelanggaran Apple tersebut ke pengadilan. Dalam bukti berbentuk video itu, tampak sejumlah iPhone tengah dibuka dari kotaknya dan dijual.
Sebuah pengadilan di Tiongkok beberapa waktu lalu, mengabulkan tuntutan Qualcomm untuk memblokir penjualan hampir semua iPhone di negara tersebut. Namun Apple berkilah dengan mengatakan, pemblokiran hanya berlaku pada perangkat yang menjalankan OS versi lama.
Belum ada keputusan baru atas dugaan pelanggaran hukum Apple ini. Pihak Apple sendiri enggan berkomentar.
Sebelumnya pada Senin (10/12/2018), pihak Apple mengatakan upaya Qualcomm untuk melarang penjualan produknya merupakan bentuk keputusasaan.
"Upaya Qualcomm melarang produk kami adalah langkah putus asa lainnya dari perusahaan yang praktik ilegalnya sedang diselidiki oleh regulator di seluruh dunia," ungkap pihak Apple.
Adapun keputusan pemblokiran penjualan iPhone terkait dengan dua paten Qualcomm. Paten pertama berkaitan penyesuaian dan melakukan format ulang foto. Paten kedua berkaitan dengan navigasi aplikasi.
Menurut catatan Phone Arena, pemblokiran ini mencakup iPhone 6s, 6s Plus, 7, 7 Plus, 8, 8 Plus, dan X. Apple mengklaim keputusan pengadilan merujuk pada jajaran produknya tersebut, tapi jika hanya menggunakan versi iOS lama yang berisi software Qualcomm.
Qualcomm dan Apple terlibat dalam sejumlah kasus hukum. Perselisihan keduanya pun membuat Apple menghentikan kerja sama dengan Qualcomm, dan beralih menggunakan chip modem Intel untuk iPhone terbaru pada tahun ini.
(Din/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: