Diduga Jadi Pemicu Tsunami Anyer, Ini Fakta Menarik Anak Gunung Krakatau

Gunung Anak Krakatau mulai terlihat pada tahun 1927 atau 40 tahun sejak Gunung Krakatau meletus.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Des 2018, 16:01 WIB
Aktivitas Gunung Anak Krakatau dari udara yang terus mengalami erupsi, Minggu (23/12). Dari ketinggian Gunung Anak Krakatau terus mengalami erupsi dengan mengeluarkan kolom abu tebal. (Liputan6.com/Pool/Susi Air)

Liputan6.com, Jakarta - Tsunami yang melanda kawasan sekitar Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018), tentu menyisakan duka mendalam bagi publik, khususnya di Tanah Air.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Senin pukul 07.00 WIB musibah tersebut mengakibatkan 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang mengalami luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi yang tersebar di lima kabupaten yakni Pandeglang, Serang, Lampung Selatan, Tanggamus dan Pesawaran.

Peristiwa tsunami yang melanda kawasan Banten dan Lampung tersebut dipastikan terjadi akibat erupsi Anak Gunung Krakatau (AGK). Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati.

"Kami mengkonfirmasikan yang sebelumnya kami sampaikan bahwa tsunami ini berkaitan dengan erupsi vulkanik," kata Dwikorita dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).

Gunung Anak Krakatau mulai terlihat pada tahun 1927 atau 40 tahun sejak Gunung Krakatau meletus. Masih relatif baru, aktivitas kegempaan sering terdeteksi. Peneliti dunia sendiri masih belum bisa secara tepat memprediksi kapan Anak Gunung Krakatau akan meletus dengan dahsyat.

Berikut beberapa fakta Anak Gunung Krakatau, seperti melansir dari berbagai sumber.

1. Bisa tumbuh tinggi 4-6 meter setahun

Gunung Anak Krakatau. (dok BNPB)

Material yang dikeluarkan dari perut gunung baru ini membuat Anak Gunung Krakatau bisa tumbuh 4-6 meter dalam setahun. Dalam catatan, gunung ini sudah mencapai 190 meter lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Tak hanya tinggi, diameter Anak Gunung Krakatau juga bisa mencapai dua kilometer pada Agustus 2018.


2. Pemda di sekitar Selat Sunda sempat melarang warganya untuk melihat Anak Gunung Krakatau secara dekat

Dalam sehari setidaknya Gunung Anak Krakatau bisa meletus sebanyak 56 kali. (foto: Liputan6.com / BNPB / edhie prayitno ige)

Mengutip dari LIPI, letusan aktif yang terjadi di Anak Gunung Krakatau membuat khawatir berbagai pihak. Hal ini terbukti dari himbauan dan larangan yang dikeluarkan berbagai Pemda di sekitar Selat Sunda. Pemda Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan khawatir karena Anak Gunung Krakatau sering memuntahkan lahar panas.


3. Tiga bulan belakangan selalu mengalami aktivitas kegempaan

Meski terus erupsi, status Gunung Anak Krakatau tetap waspada. (dok. Pos Pantau Gunung Anak Krakatau Lampung/Yandhi Deslatama)

Dalam bagan yang diunggah oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Anak Gunung Krakatau mengalami letusan dan kegempaan hampir setiap hari. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan bahwa radius berbahaya mencapai dua km dari puncak kawah.

 


4. Erupsi Krakatau cikal bakal lahirnya Anak Krakatau bisa didengar 1/8 penduduk dunia

Letusan Gunung Krakatau 1883 (Wikipedia)

Kuatnya erupsi Gunung Krakatau memang tidak main-main. Pada tahun 1883, erupsinya bisa didengar sampai 4.600 km dan didengar oleh 1/8 penduduk dunia. Besarnya ledakan ini bahkan tercatat dalam The Guiness Book of Records sebagai ledakan paling hebat yang pernah terekam dalam sejarah.


5. Ada spesies binatang dan tumbuhan baru di Anak Gunung Krakatau

Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Banten. (Liputan6.com. Yandhi Deslatama)

Ada kehidupan baru dalam Anak Gunung Krakatau, seperti hewan dan tumbuhan yang hidup di sana. Mengutip LIPI, Prof IWB Thornton seorang ahli zoologi dari Universitas La Trobe Australia bersama peneliti lainnya berhasil menemukan beberapa spesies hewan dan tumbuhan baru.

Spesies hewan dan tumbuhan baru tersebut diantaranya cecak besar gecko-gecko, kupu-kupu, sejenis rumput laut,  ular terbang (chrysopelia paradisi), dan masih banyak lainnya.

Reporter:

Laksa Mahardikengrat

Sumber: Brilio.net

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya