Menguak Sebab Tsunami Senyap di Selat Sunda

Dengan senyap, tsunami melahap semua yang ada di daratan kawasan pantai Banten dan Lampung Selatan

oleh Raden Trimutia HattaPutu Merta Surya PutraIka Defianti diperbarui 25 Des 2018, 00:02 WIB
Pemandangan dari udara kawasan pemukiman nelayan di Kampung Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Selasa (24/12). Kampung Sumur yang dihuni ratusan nelayan luluh lantak disapu tsunami. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Malam itu, Encoh sedang asyik bersantai di teras rumahnya. Tanpa aba-aba, air laut tiba-tiba melewati bibir pantai. Tsunami senyap di Selat Sunda langsung melahap semua benda yang ada di daratan.

Ratusan orang meninggal dunia akibat tsunami yang menerjang Banten dan Lampung, pada Sabtu 22 Desember malam. Encoh bercerita, kejadian tersebut terjadi pada pukul 21.30 WIB, saat dirinya berada di rumah yang jaraknya sekitar 10 meter dari tepi pantai.

"Awalnya saya lagi duduk, saya lihat pertama tuh air itu segini (betis). Keduanya hampir sepinggang," ujarnya saat ditemui di Jalan Raya Karang Bolong, Senin (24/12/2018).

Namun, selang hampir 15 menit air datang lebih besar hingga ketinggian 8 meter.

"Pas ketiga, saya lihat itu (air) di tengah hampir 7 sampai 8 meter. Saya teriak 'tsunami-tsunami', warga pada lari. Saya lari ke gunung sama suami naik motor, warung saya tinggalin, saya saja enggak pakai sendal," jelasnya.

Ia mengaku sudah curiga ada bencana datang sejak sore harinya. Kecurigaannya didasarkan pada kondisi Gunung Anak Krakatau.

"Sore tuh saya sudah curiga, gunung Krakatau (anaknya) keluarin asap hitam pekat, malamnya itu percikan api kaya kembang api," ungkap dia.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan tsunami yang menerjang Banten dan Lampung dipicu oleh erupsi vulkanik Gunung Anak Krakatau. BMKG mencatat, kekuatan tremor Gunung Anak Krakatau yang memicu tsunami memiliki kekuatan setara magnitudo 3,4.

"Ada tremor setara magnitudo 3,4 yang epicenternya ada di Gunung Anak Krakatau," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di kantornya, Senin (24/12/2018).

Guncangan vulkanik Gunung Anak Krakatau, kata dia, telah memicu terjadinya collapse pada lereng gunung. Berdasarkan citra saletelit, collapse lereng tersebut luasnya 64 hektar.

"Volume collapse ini yang menjadi tsunami di pantai pada pukul 21.27, atau 24 menit kemudian (setelah erupsi Gunung Anak Krakatau) dengan tinggi 0,9 meter di empat titik di Banten, Serang, Bandar Lampung," ungkapnya.

"Jadi tsunami ini berkaitan dengan erupsi vulkanik," Dwikorita menegaskan.

Ia mengungkapkan penyebab tidak terdeteksinya tsunami pada Sabtu, 22 Desember 2018 itu. "Apa yang kami sampaikan adalah tsunami yang berkaitan dengan aktivitas vulkanik, oleh karena itu tidak dapat terpantau dengan sensor-sensor gempa tektonik," kata Dwikorita saat memberikan keterangan persnya di kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Menurut Dwikorita, sebagian besar bencana tsunami yang terjadi di Indonesia akibat gempa tektonik. Sedangkan gempa vulkanik jarang sekali terjadi, sehingga tidak terpantau oleh sensor-sensor gempa yang dimiliki BMKG.

"Karena bukan gempa tektonik, sehingga informasi itu, kita tidak punya akses. Sehingga itulah yang terjadi," ucap Dwikorita.

Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan, ada tiga hal yang dapat memicu gelombang tsunami di Selat Sunda. Tiga hal itu adalah gempa bumi bawah laut, gunung api bawah laut dan gerakan tanah longsoran bawah laut.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Badan Geologi, Agus Budianto, pada peristiwa tsunami di Anyer, Banten, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Meski Badan Penelitian Pengembangan Teknologi (BPPT) telah melansir citra satelit yang menunjukan adanya longsoran diduga dari badan Gunung Anak Krakatau.

Longsoran itu diperkirakan menjadi penyebab tsunami. "Nah ini kan harus dipastikan, longsoran karena aktivitas gunung api atau longsoran itu terjadi tersendiri," kata Agus.

Agus menyebutkan, verifikasi jenis longsoran yang terjadi di Gunung Anak Krakatau, harus dilakukan. 

PVMBG menyatakan longsoran bawah laut pernah terjadi saat letusan gunung api di Italia yang materialnya masuk ke laut. Begitu pula saat erupsi Gunung Krakatau tahun 1883, Gunung Tambora tahun 1815. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jumlah Korban Jiwa dan Kerusakan

Tiga unit mobil tertimbun reruntuhan rumah yang rusak setelah tsunami menerjang kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana merilis data terkini korban tsunami Selat Sunda. Data terakhir diperbaharui pukul 07.00 WIB.

"Tercatat 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Senin (24/12/2018).

Korban ditemukan di 5 kabupaten terdampak yaitu Pandeglang, Serang, Lampung Selatan, Tanggamus dan Pesawaran. Daerah pesisir di Kabupaten Pandeglang merupakan lokasi korban tsunami terbanyak.

"Kemungkinan data korban dan kerusakan masih akan bertambah mengingat belum semua berhasil didata," Imbuh Sutopo.

Penanganan darurat terus dilakukan di daerah yang terdampak tsunami di Selat Sunda. Prioritasnya, lanjut Sutopo, adalah koordinasi, evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban, pelayanan kesehatan, penanganan pengungsi, perbaikan darurat sarana prasarana yang rusak. 

Tsunami terjadi di wilayah Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember malam juga merusak 817 rumah di Banten dan Lampung.

"Dari data yang dihitung Polda Banten dan Polda Lampung, kerugian materiil atas peristiwa air laut pasang di Banten dan Lampung sampai dengan 24 Desember pukul 07.00 WIB mencapai 817 rumah yang rusak," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo saat dihubungi, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Rincian jumlah kerusakan tersebut yakni sebanyak 446 rumah di Banten dan 371 rumah di Lampung. Selain itu, 11 hotel juga mengalami kerusakan yakni sembilan hotel di Banten dan dua hotel di Lampung.

"Satu masjid di Lampung yang terdampak (musibah tsunami)," katanya, seperti dilansir Antara.

Selain itu, 85 warung mengalami kerusakan yang terdiri atas 60 warung di Banten dan 25 warung di Lampung. Juga 245 kendaraan bermotor (73 kendaraan di Banten dan 172 kendaraan di Lampung) serta 557 perahu (350 perahu di Banten dan 207 perahu di Lampung) rusak akibat tsunami yang terjadi pada Sabtu malam itu.

 


Kisah Korban Selamat

Sebuah rumah terlihat antara puing-puing bangunan setelah tsunami menerjang kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bencana tsunami di Selat Sunda, Banten, menyisakan kenangan kelam bagi pria bernama Willy Siska. Bencana tersebut merenggut nyawa istri dan putri sulungnya, sementara keberadaan putra bungsunya hingga kini belum diketahui. Willy sempat tersapu gelombang tsunami dan terombang-ambing selama tujuh jam, sebelum akhirnya diselamatkan tim SAR.

Dua jenazah ibu dan anak korban bencana tsunami Selat Sunda dimakamkan pihak keluarga Senin pagi, 24 Desember 2018. Korban bernama Yunita Primawati dan putrinya, Alya, dikebumikan dalam satu liang lahat di Pemakaman Umum Cipinang Baru, Pulogadung, Jakarta Timur.

Suasana haru mengiringi pemakaman ibu dan anak itu. Suami dan ayah korban, Willy Siska, berupaya tegar saat menyaksikan dua orang terkasihnya dimakamkan.

Detik-detik bencana tsunami yang menyapu daratan Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, Sabtu malam, 22 Desember lalu, masih membekas dalam ingatan Willy Siska. Gelombang tsunami yang datang secara tiba-tiba menyeret semua yang ada di bibir pantai tanpa mampu dihindari.

Willy dan keluarganya, saat kejadian tengah berada di tenda acara gathering pegawai PLN. Willy yang sempat terseret ombak, terpisah dengan istri dan dua anaknya.

Bapak dua anak itu terseret gelombang dan terombang-ambing di tengah laut sejauh lima kilometer dari bibir pantai. Selama hampir tujuh jam, pegawai PLN ini bertahan hidup dengan memanfaatkan peralatan band milik grup band Seventeen yang ikut terseret gelombang sebagai pegangan.

Di tengah laut, Willy sempat menyelamatkan dua anak kecil yang terombang-ambing. Ketika akhirnya diselamatkan tim SAR, Willy mengetahui istri dan putri mereka, Alya Shakina, ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Sementara itu keberadaan anak keduanya, Muhammad Ali Zaidan, yang masih berusia tiga tahun masih belum diketahui.

Hingga pagi tadi, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 281 jiwa meninggal dunia, 1.016 luka, dan 57 orang masih hilang. Hingga kini pencarian terhadap korban masih dilakukan tim gabungan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya