Liputan6.com, Bandarlampung - Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, masih mengeluarkan asap hitam dengan intensitas tebal di atas puncaknya sepanjang pengamatan Senin 24 Desember 2018 hingga Selasa dini hari (25/12/2018).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meneruskan laporan Windi Cahya Untung, staf Kementerian ESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau.
Advertisement
Dalam rilis yang diterima di Bandarlampung, Selasa pagi, BMKG menyatakan dalam periode pengamatan 24 Desember 2018, pukul 00.00 sampai dengan 25 Desember pukul 00.00 WIB, Gunung Anak Krakatau terlihat jelas hingga kabut 0-III.
Asap kawah teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal dan tinggi 300-600 meter di atas puncak kawah. Demikian dilansir dari Antara.
Awan panas terlihat bergerak ke arah selatan. Suara dentuman terdengar di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau (PGA).
Aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau mengalami tremor menerus, amplitudo 9-35 mm (dominan 25 mm).
Data tersebut diambil dari Stasiun Sertung wilayah gugusan pulau-pulau sekitar Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Gunung api di dalam laut dengan ketinggian saat ini 338 meter dari permukaan laut (mdpl) itu selama pengamatan kondisi cuaca cerah, berawan, mendung, dan hujan.
Angin bertiup lemah, sedang, hingga kencang ke arah utara, dan timur laut, dan timur. Suhu udara 24-31 derajat Celsius, kelembapan udara 63-98 persen, dan tekanan udara 0-0 mmHg.
Kesimpulan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau Level II (Waspada), sehingga direkomendasikan masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 2 km dari kawah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tsunami Selat Sunda
Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati memastikan tsunami yang melanda Banten dan Lampung Selatan karena erupsi Gunung Anak Gunung Krakatau.
"Kami mengkonfirmasikan yang sebelumnya kami sampaikan bahwa tsunami ini berkaitan dengan erupsi vulkanik," kata Dwikorita dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
Dwi melanjutkan, potensi tsunami tersebut tidak terdeteksi oleh sensor gempa tektonik BMKG. "BMKG khusus memantau gempa tektonik. Karena 90 persen lebih tsunami di Indonesia diakibatkan gempa tektonik," kata Dwi.
Dwi menjelaskan, peristiwa tsunami yang menghantam Banten dan Lampung Selatan merupakan fenomena tidak lazim.
"Ini fenomena tidak lazim dan kompleks atau multifenomena," ujarnya.
Tsunami terjadi di wilayah Selat Sunda pada Sabtu malam, 22 Desember 2018 sekitar pukul 21.27 WIB. Data Per pukul 17.00 WIB, Senin (24/12/2018), jumlah koran jiwa mencapai 373 orang.
Advertisement