Cerita Kepanikan Warga Usai Tsunami Melanda Selat Sunda

Kepanikan menjalar pada warga yang tinggal cukup jauh dari tepi pantai saat tsunami Selat Sunda. Bahkan, ada ibu hamil yang sampai pendarahan karenanya.

oleh Komarudin diperbarui 25 Des 2018, 20:00 WIB
Pemandangan kehancuran usai tsunami menerjang Kampung Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Senin (24/12). Pascatsunami Selat Sunda, warga pulang untuk mencari barang berharga miliknya. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta – Peristiwa tsunami Selat Sunda, Banten, yang terjadi pada Sabtu, 21 November 2018 lalu menjadi kenangan tersendiri bagi Leli Ummi, warga Kampung 5, Desa Gombong, Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten.

"Ratusan orang berbondong-bondong mendengar kabar akan ada tsunami. Mereka semua panik dengar kabar itu. Mereka ramai-ramai menuju Munjul karena tempatnya lebih tinggi," kata Leli Murniawati saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/12/2018) siang.

Saat tsunami terjadi, perempuan yang juga Ketua Komunitas Sedekah Seribu Sehari (S3) Pandeglang itu sedang berada di rumah bersama anaknya. Melihat banyak orang melintas, ia pun ikut panik.

"Ada tsunami," kata Leli menirukan ucapan para penduduk.

Mendengar dan melihat banyak penduduk yang mengungsi, Leli Ummi pun ikut panik. Ia menyaksikan warga ramai sekali menuju Munjul yang berjarak antara 7 hingga 9 kilometer dari lokasi tsunami.

"Warga panik dengan kabar itu. Saya juga ikut panik dan ngungsi. Jalan dekat rumah saya yang awalnya sepi, saat itu ramai, meski belum diaspal. Mobil-mobil pun ramai menuju dataran yang lebih tinggi," ucapnya.

Lelaki dan perempuan serta anak-anak bergegas ke sana. Ada juga perempuan yang sedang hamil, bahkan ada yang mengalami pendarahan karena jalan terburu-buru. Mereka tak ingin ambil risiko karena tsunami tersebut.

"Adik saya yang sedang hamil mengalami pendarahan karena harus menyelamatkan diri," kata Leli Ummi.


Dapur Umum

Seorang warga melihat mobil yang terbawa ke tengah sawah setelah tsunami melanda kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Setiba di Munjul, Leli Ummi dan beberapa orang buat dapur umum untuk 15 orang. Sementara, pengungsi lainnya sudah didata dengan relawan yang lain. Selama dua hari, Leli membuat 250 nasi bungkus untuk makan siang dan malam pengungsi dan penduduk lainnya.

"Karena ada warga yang belum makan. Nasi bungkus itu kita bagikan kepada warga untuk makan siang dan makan malam," katanya.

Kini, berangsur-angsur para penduduk pun mulai pulang dari pengungsian. Mereka mulai kembali ke rumah masing-masing.

"Warga masih membutuhkan selimut, pampers, pakaian, susu, sandal jepit, serta cemilan, terutama untuk warga yang tinggal di daerah-daerah dekat pantai," ucapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya