Liputan6.com, Aceh Barat - Tanggal 26 Desember menjadi momen penting bagi hampir semua orang di Aceh. Pada tanggal itu, 14 tahun silam, musibah besar, gempa dan tsunami, terjadi di negeri berjuluk Serambi Makkah ini.
Hingga saat ini, sejumlah aktivitas dilakukan warga Aceh untuk mengenang bencana alam gempa dan tsunami itu. Liputan6.com menangkap sejumlah momen peringatan 14 tahun gempa dan tsunami di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Berikut beberapa di antaranya:
Baca Juga
Advertisement
Zikir dan Doa Bersama
Doa bersama untuk para korban gempa dan tsunami di Aceh Barat dipusatkan di Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh. Kegiatan yang digelar pada pagi hari ini dipimpin langsung oleh Bupati Aceh Barat, Ramli.
Dalam kegiatan itu, Ramli menegaskan, bencana diakibatkan oleh dua hal. Pertama sebagai peringatan bagi orang-orang yang beriman, dan kedua, sebagai kutukan.
"Karenanya melalui momentum ini kami mengharapkan masyarakat di Aceh Barat untuk merenung, untuk mengubah sikap yang buruk menjadi lebih baik, dan lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana di sekitar kita," ujar Ramli.
Mengunjungi Kuburan Massal
Berziarah ke kuburan massal korban tsunami Aceh sudah menjadi kewajiban. Setiap peringatan gempa dan tsunami, seluruh kuburan massal yang ada di Meulaboh penuh pengunjung.
Para pengunjung bisa siapa saja, tidak mesti keluarga korban tsunami Aceh. Namun, kebanyakan dari pengunjung punya firasat yang kuat, bahwa di kuburan massal tersebutlah, anak, istri, suami, ayah, atau ibu mereka bersemayam.
"Kita bukan berasal dari Aceh Barat. Tapi dari luar Aceh Barat. Hanya saja ada keluarga kita tinggal di tempat ini pas musibah. Ini kewajiban kita berziarah dan berdoa agar tempat mereka layak di sana," ucap Amirzan (50), yang datang jauh-jauh dari Aceh Selatan.
Nelayan Pantang Beraktivitas
Salah satu aktivitas yang tidak boleh dilakukan pada peringatan tragedi gempa dan tsunami adalah melaut. Para nelayan menganggap tanggal 26 Desember adalah sakral.
Selain sebagai hari berkabung, hal ini juga untuk menghormati arwah para korban. Para nelayan akan kembali melaut keesokan hari, atau sehari setelah hari peringatan musibah yang menelan ribuan nyawa itu.
"Tanggal 26 Desember menjadi hari pantang melaut kita. Itu sudah diatur dalam hukum adat laut kita, 24 jam tidak boleh melaut. Kalau ketahuan, kita sudah instruksikan setiap panglima laut lhok untuk memberi sanksi," jelas Amir (45), selaku Panglima Laot Aceh Barat, atau pimpinan dalam struktur adat laut di Aceh.
Menjadi Momen Liburan
Selain beberapa hal di atas, momen 26 Desember juga dimanfaatkan sebagai hari libur. Liburan apalagi kalau bukan pergi ke tempat-tempat indah.
Namun, di Aceh Barat, kendati pun ada, tetapi tidak semua memilih kafe atau pantai sebagai tempat rehat. Ada juga yang mendatangi situs-situs bersejarah, seperti yang ada di Kampung Pasir, Kecamatan Johan Pahlawan.
Tugu Tsunami, demikian orang sekitar mengenalnya. Tugu ini dibangun pada 2016 atas prakarsa Kepala Bappeda Aceh Barat saat itu, Ahmad Dadek, dan didorong pula oleh keinginan warga setempat.
"Ratusan nama korban yang ada di situ, kita himpun dari warga. Hanya ada 600 sekian, katanya ada 800, namun, karena tidak ada yang valid, hanya yang 600 sekian itu yang kita pahat di tembok yang ditaruh di tugu," sebut mantan Kepala Desa yang menjabat saat tugu itu didirikan, Romi Saputra Jaya.
Pantauan Liputan6.com, di tugu yang terdapat tembok berisi nama-nama para korban gempa dan tsunami di desa itu, banyak dikunjungi para ibu dan anak-anak, juga para remaja. Anak-anak memanfaatkan seluncuran yang ada di sana sebagai wahana bermain.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement