BNPB Pertanyakan Matinya Operasional Alat Deteksi Dini Tsunami

Sutopo menerangkan, dahulu jaringan buoy pendeteksi tsunami cukup kuat eksistensinya. Kini alat tersebut sudah tidak lagi operasi sejak 2012,

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Des 2018, 01:35 WIB
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho memberi keterangan terkait erupsi Gunung Agung, Jakarta, Senin (27/11). Tingkat erupsi Gunung Agung saat ini meningkat dari fase freatik ke magmatik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kembali mendorong pemerintah untuk memperhatikan sistem peringatan dini tsunami lewat mengguunakan alat pendeteteksi bernama buoy. Karena diketahui, keberadaan buoy di Indonesia sudah lama berhenti sejak tahun 2012.

"Tidak lagi berkelanjutan, stop di 2012," kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Rabu (26/12/2018).

Sutopo menerangkan, dahulu jaringan buoy pendeteksi tsunami cukup kuat eksistensinya. Milik Indonesia sendiri, terdapat 8 unit, ditambah milik negara sahabat seperti Jerman 10 unit, Malaysia satu unit, Amerika dua unit.

"Itu sejak 2008 keberadaannya. Namun sejak 2012 sudah tak beroperasi, rusak karena ada vandalisme, dan terbatas biaya pemeliharaan, menyebabkan buoy tsunami tak lagi berfungsi," beber Sutopo.

Buoy dalam prinsipnya adalah satu bagian pendukung pendeteksi peringatan dini tsunami. Memang, dengan tidak adanya buoy, peringatan dini tsunami masih dapat terdeteksi dengan Master Plan yang telah ada, seperti jaringan seismograf di BMKG, dan pasang surut data informasi geospasial.

"Namun alangkah lebih baik lagi bila buoy beroperasi," jelas Sutopo.

 


Biaya Mahal

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho memberikan keterangan pers di Jakarta, Sabtu (29/9). BNPB belum mendapatkan laporan jumlah korban untuk kota Donggala dikarenakan terputusnya jaringan komunikasi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sutopo mengakui, menjaga keberadaan buoy tidak mudah. Kultur vandalism masyarakat membuat buoy rusak. Belum lagi soal anggaran pengadaan.

Menurut Sutopo, bila ditotal, wilayah kemaritiman Indonesia memerlukan 25 unit buoy. Bila ditotalkan dengan harga buoy buatan lokal yang mencapai Rp 4 miliar, artinya Rp 100 miliar harus disediakan untuk menambah kesigapan mitigasi dini alat pendeteksi bencana tsunami.

"Tidak terlalu berat saya rasa (nilai anggaran), saat ini di laut Indonesia hanya tersisa buoy punya internasional, namun letaknya jauh, satu unit di barat Aceh milik India, satu di laut Andaman milik Thailand, 2 di selatan Sumba milik Australia, dan satu di Papua milik USA," Sutopo menandasi.

Keluhan ketersediaan Buoy sebelumnya terlontar dari Sutopo kala benca tsunami di Palu. Saat itu, ia mengkritisi keberadaan buoy yang sudah tak lagi beroperasi sejak 2012.

"Sejak 2012 enggak ada yang beroperasi, padahal dibutuhkan untuk peringatan dini. Bisa ditanyakan ke BMKG, mengapa 2012 sampai sekarang enggak diadakan, mungkin ya soal dana," kata Sutopo Minggu 30 September 2018.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya