Liputan6.com, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menginformasikan Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik sejak 18 Juni 2018.
Usai tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 lalu, gunung setinggi 338 mdpl itu menjadi semakin aktif. Hingga Kamis, 27 Desember 2018, gunung itu terus mengeluarkan lava pijar.
Advertisement
Bahkan, Rabu 26 Desember 2018, abu vulkanik erupsi Gunung Anak Krakatau tersapu angin Cilegon dan sebagian Serang.
Status Gunung Anak Krakatau sempat berada di level II atau waspada. Namun kini, gunung tersebut meningkat statusnya menjadi siaga. Peringatan ini disampaikan langsung oleh petugas pos pantau Gunung Anak Krakatau (GAK) Lampung.
"Iya, semenjak pukul 06.00 wib pagi ini. Ini jadi ramai setelah naik status ini," kata petugas pos pantau GAK Lampung Andi Suandi ketika dihubungi, Kamis (27/12/2018).
Meski tidak mengetahui secara pasti alasan kenaikan status, menurut Andi, aktivitas Gunung Anak Krakatau terus meningkat sejak 28 Juni 2018 lalu.
Berikut 5 fakta meningkatnya status siaga Gunung Anak Krakatau yang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Gempa Terus Terjadi dan Tertutup Kabut
Semenjak status Gunung Anak Krakatau naik ke level III atau siaga, gempa tremor terus terjadi. Asap tebal dan hitam juga terus keluar dari tanah.
Berdasarkan pengamatan PVMBG sejak pukul 00.00-06.00 WIB, gunung berapi di Selat Sunda ini mengalami tremor menerus (microtremor) yang terekam dengan amplitudo 8-32 mm, dominan 25 mm.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Wawan Irawan, secara visual gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut.
"Teramati asap kawah utama berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tipis hingga tebal tinggi sekitar 500 meter dari puncak dengan angin bertiup lemah hingga sedang ke arah utara dan barat daya. Kegempaan masih didominasi oleh tremor menerus dengan amplitudo mencapai 32 milimeter dan dominan di 25 milimeter," ujar Wawan.
Advertisement
2. Cuaca Mendung dan Hujan
Cuaca di Gunung Anak Krakatau mendung dan hujan. Angin bertiup lemah hingga sedang ke arah utara dan timur laut. Suhu udara 24-26 derajat celcius dan kelembaban udara 91-96 persen. Volume curah hujan tidak tercatat.
Masyarakat dan wisatawan, tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 kilometer dari kawah.
3. Hujan Abu Vulkanik
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menaikkan status Gunung Anak Krakatau dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung pukul 06.00 WIB, Kamis (27/12/2018). Masyarakat diimbau tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Wawan Irawan, keputusan naiknya status Gunung Anak Krakatau itu berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental dari hari kemarin hingga tanggal 27 Desember 2018 pukul 05.00 WIB.
Wawan menjelaskan sampai pagi tadi hujan abu vulkanik masih terjadi di beberapa wilayah seperti di Cilegon, Anyer dan Serang.
"Saat hujan abu turun, masyarakat diminta untuk mengenakan masker dan kacamata bila beraktivitas di luar rumah. Atas kejadian itu tim Tanggap Darurat dari PVMBG langsung melakukan cek lapangan, untuk mengkonfirmasikan kejadian tersebut serta untuk menyampling abu vulkanik yang jatuh yang selanjutnya akan dianalisis di Kantor PVMBG," kata Wawan melalui keterangan tertulisnya, Bandung, Kamis, 27 Desember 2018.
Wawan menuturkan, potensi bencana erupsi Gunung Anak Krakatau dalam Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan, hampir seluruh tubuh gunung api yang berdiameter lebih kurang 2 Kilometer merupakan kawasan rawan bencana.
Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar, aliran lava dari pusat erupsi dan awan panas yang mengarah ke selatan. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.
Advertisement
4. Terus Erupsi
Gunung Anak Krakatau kembali aktif dan mulai masuk fase erupsi sejak Juli 2018 lalu. Hal ini berdasarkan data PVMBG.
Erupsi selanjutnya berupa letusan-letusan strombolian, yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.
Pada 22 Desember 2018 terjadi erupsi, tapi tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-barat daya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami.
5. Dentuman Keras
Sejak 22 Desember 2018, diamati adanya letusan tipe surtseyan, yaitu aliran lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Hal ini berarti debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar.
Kemungkinan terdapat lubang kawah baru yang dekat dengan ketinggian air laut. Sejak itulah letusan berlangsung tanpa jeda. Gelegar suara letusan terdengar beberapa kali per menit.
Saat ini aktivitas letusan masih berlangsung secara menerus, yaitu berupa letusan strombolian disertai lontaran lava pijar dan awan panas.
Aktivitas Anak Krakatau juga terus mengeluarkan dentuman keras terdengar hingga pesisir Pantai Carita. Suara dentuman tersebut sempat membuat warga Kota Cilegon dan sekitarnya kaget. Namun sejauh ini tidak ada dampak yang dirasakan warga.
Advertisement