Liputan6.com, Hodeidah - Sebuah tim pimpinan PBB yang bertugas memantau gencatan senjata dalam perang Yaman, bertemu di kota zona panas di Hodeidah yang diperebutkan, pada Rabu 26 Desember 2018.
Tim pemantau datang setelah bentrokan sporadis terjadi di Hodeidah, menggarisbawahi kerapuhan gencatan senjata yang dimulai antara pihak yang berkonflik sejak pekan lalu.
Purnawirawan Jenderal Belanda Patrick Cammaert memimpin komite bersama, yang mencakup pejabat pemerintah dan pemberontak Houthi, dan memimpin pertemuan tatap muka pertamanya pada hari Rabu 26 Desember, demikian seperti dikutip dari Voice of America, Kamis (27/12/2018).
Komite berkumpul untuk pembicaraan tentang implementasi gencatan senjata dan penarikan pasukan yang direncanakan, jelas sumber dari Yaman yang memahami jalannya diskusi tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Anggota delegasi pemerintah tiba di tempat pertemuan dengan kendaraan PBB, kata seorang pejabat Yaman.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menggambarkan pertemuan itu sebagai "salah satu prioritas" dari misi Cammaert.
Gencatan senjata di Hodeidah dan sekitarnya mulai berlaku pada 18 Desember, tetapi pelaksanannya tetap goyah, dengan kedua pihak saling menuduh satu sama lain melakukan pelanggaran serta terus melakukan kontak senjata.
Pasukan pemerintah yang didukung oleh koalisi yang dipimpin Saudi, menggempur Houthi yang didukung Iran. Kedua pihiak saling berkontak senjata selama beberapa jam pada Rabu pagi, seorang koresponden AFP melaporkan.
Suara artileri berat dapat didengar di sebelah timur kota Hodeidahh.
Seorang pejabat untuk koalisi yang dipimpin Saudi mengatakan pada hari Selasa bahwa 10 pasukan pro-pemerintah telah tewas sejak gencatan senjata diberlakukan, menuduh Houthi melakukan 183 pelanggaran.
"Faktanya adalah, bahwa Houthi jelas memprovokasi tanggapan dari koalisi (Yaman-Saudi) dan tidak ada yang meminta pertanggungjawaban mereka," katanya kepada AFP.
Pemberontak, pada gilirannya, mengatakan pada hari yang sama bahwa mereka telah mencatat setidaknya 31 pelanggaran dalam 24 jam terakhir oleh pasukan Yaman-Saudi, menurut TV Al-Masirah yang dikelola Houthi.
Perang antara pemberontak Syiah Houthi dengan pasukan yang setia kepada Presiden Abedrabbo Mansour Hadi meningkat pada tahun 2015, ketika ia melarikan diri ke pengasingan dan koalisi militer pimpinan-Saudi turun tangan.
Sejak itu, perang telah menewaskan sekitar 10.000 orang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlah korban jiwa sebenarnya bisa lima kali lebih tinggi.
Konflik tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan besar dan mendorong 14 juta orang Yaman ke ambang kelaparan.
Simak video pilihan berikut:
Nasib Pembicaraan Damai
Seorang pejabat koalisi memperingatkan tentang serangan baru di Hodeidah jika pelanggaran gencatan senjata berlanjut.
"Kami berharap dapat mendukung Jenderal Patrick Cammaert dalam upayanya ... kami benar-benar berharap dia berhasil, tetapi jika tidak, kami berhak untuk memulai kembali ofensif untuk membebaskan kota," kata pejabat yang anonim.
Cammaert tiba di Hodeidah pada hari Minggu dari ibukota Sana'a yang dikuasai pemberontak, setelah bertemu dengan pejabat pemerintah di Aden.
Pihak-pihak yang bertikai dalam perang Yaman sepakat pada pembicaraan damai di Swedia bulan ini mengenai gencatan senjata untuk menghentikan serangan pasukan pemerintah dan koalisi terhadap Hodeidah.
Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui resolusi yang mengesahkan penyebaran pengamat untuk mengawasi gencatan senjata.
Tim pemantau PBB bertujuan untuk mengamankan fungsi pelabuhan Hodeidah dan mengawasi penarikan pasukan bersenjata dari kota tersebut.
Teks yang disetujui oleh Dewan Keamanan "menegaskan tentang penghormatan penuh oleh semua pihak dari gencatan senjata yang disepakati" untuk Hodeidah.
Ini memberi wewenang kepada PBB untuk "membentuk dan menyebarkan dalam periode awal 30 hari sejak penerapan resolusi ini, sebuah tim pendahulu untuk mulai memantau" gencatan senjata, di bawah kepemimpinan Cammaert.
Advertisement