Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo ( Jokowi) melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah menteri Kabinet Kerja dan pimpinan lembaga di Istana Merdeka, Jakarta.
Mereka yang hadir di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Dirut Bulog Budi Waseso.
Advertisement
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pertemuan tersebut membahas soal kenaikan harga beras dalam tiga minggu terakhir.
"Bicara soal beras, gitu-gitu. Jadi nggak ada yang khusus. Pengecekan saja, bapaknya (Presiden) mengecek. Bagaimana sih, beras sekarang, kok saya dengarnya naik?'," jelas Darmin di Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Darmin menyebut dalam tiga minggu terakhir harga beras memang naik, namun tidak begitu signifikan. Dia mencatat kenaikan harga beras berkisar pada angka Rp 40 sampai Rp 50 per kg.
"Kalau dihitung-hitung ya Rp 40 ribu-Rp 50 dari Rp 11 ribu, Rp 10 ribu. Jadi nggak banyak," ujarnya.
Meski demikian, Jokowi memerintahkan menteri dan lembaga terkait segera melakukan operasi pasar. Menurut Darmin, Jokowi ingin harga beras kembali normal seperti semula.
"Presiden mintanya ya yang naik itu turunkan lagi. Itu berarti operasi pasarnya harus naik," kata dia.
Reporter: Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Diminta Diversifikasi Pangan Agar Tak Perlu Impor Beras di 2019
Komisi IV DPR mendorong pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan. Hal ini agar masyarakat tidak hanya bergantung pada beras sebagai pangan pokok dan mengurangi potensi impor beras.
"Perlunya program diversifikasi pangan menjadi kinerja strategis Kementerian Pertanian (Kementan). Sehingga masyarakat tak hanya tergantung kepada beras sebagai sumber pokok pangan," ujar Anggota Komisi IV DPR I Made Urip di Jakarta, Minggu (23/12/2018).
Menurut dia, Indonesia memiliki keanekaragaman pangan. Selain meningkatkan produksi beras, diversifikasi pangan juga patut menjadi program pemerintah.
Sementara itu, terkait dengan target Kementan agar Indonesia tidak perlu impor beras di 2019, Urip meyakini hal tersebut bisa teralisasi. Alasannya, stok beras yang ada kini sudah mencukupi kebutuhan nasional.
Dari data Kementan, stok beras sampai per akhir November 2018 sebanyak 2,7 juta ton sehingga mencukupi kebutuhan di dalam negeri.
Ditambah lagi, per tiga bulan petani sedang panen yang jumlahnya minimal 3 juta ton beras. Diprediksi, stok beras nasional hingga menjelang akhir 2018 sebesar 3,8 juta ton.
"Selama ini kalau kita perhatikan, Kementan menyampaikan bahwa kita surplus. Mudah-mudahan dengan diversifikasi, impor tidak terjadi dan produksi beras nasional mengalami peningkatan," ungkap dia.
Urip menyatakan, potensi peningkatan produksi beras nasional dapat ditelurusi dari angka pertambahan luas tanam padi yang dilakukan selama ini.
Tercatat, selama Januari hingga Juni 2018, jumlah luas tanam padi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 18 juta hektare. Angka itu meningkat dibandingkan periode Oktober 2016 sampai September 2017 sebesar 15 juta hektare.
"Tapi di satu sisi misalkan terjadi konversi lahan yang begitu banyak, lahan-lahan produktif yang hilang itu apakah bisa diganti dengan luas areal baru. Itu butuh data konkrit," kata dia.
Untuk memperkuat ketahanan beras nasional, lanjut Urip, pemerintah melalui Kementan melakukan upaya lebih konkrit, seperti lebih banyak memberikan subsidi kepada petani untuk pupuk, benih maupun alat mesin pertanian.
"Kemudian perbaikan jaringan irigasi. Itu harus terus dilakukan Kementan," tandas dia.
Advertisement