3 Negara Ini Banyak Merger dan Akuisisi Perusahaan di Indonesia

KPPU telah menerima 74 pemberitahuan transaksi merger dan akuisisi selama 2018.

oleh Merdeka.com diperbarui 28 Des 2018, 13:44 WIB
Ilustrasi Akuisisi, Kesepakatan Bisnis

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha mencatat Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat (AS) merupakan negara paling banyak melakukan transaksi merger dan akuisisi di Indonesia selama 2018.

Adapun perusahaan yang melakukan akuisisi adalah perusahaan jenis multinational corporation (MNC).

"Perusahaan MNC dari tiga negara yakni Jepang, Singapura, dan Amerika merupakan yang paling banyak melakukan transaksi merger dan akuisisi di Indonesia selama tahun 2018," ujar Kurnia di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (28/12/2018).

Kurnia melanjutkan, KPPU telah menerima 74 pemberitahuan transaksi merger dan akuisisi selama 2018. Pelaporan transaksi merger dan akuisisi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 90 pemberitahuan. 

"Jumlah tersebut merupakan penurunan dari jumlah notifikasi tahun 2017 yang mencapai 90 notifikasi. Sebagian besar pemberitahuan di tahun 2018 tersebut adalah transaksi pengambilalihan saham (mencapai 97,3 persen). Sisanya merupakan transaksi merger (penggabungan badan usaha)," tutur Kurnia. 

Dari sisi kepemilikan, sebagian besar transaksi yang diberitahukan merupakan transaksi yang dilaksanakan antar perusahaan domestik (67,70 persen).

Sisanya dilaksanakan oleh antar perusahaan asing (18,45 persen) dan perusahaan asing yang mengambilalih perusahaan domestik (13,85 persen). 

Selama 2018, program pengawasan kemitraan melakukan beberapa kegiatan antara lain pembangunan aksesibilitas informasi data untuk kepentingan pengawasan termasuk sistem pelaporan dan interaksi publik dalam mengadukan permasalahan ataupun perkara kemitraan. Selain itu ada juga pengawasan dan penelitian kemitraan usaha pada enam pola kemitraan.

"Selain itu, juga dilakukan penyiapan pedoman dalam penyusunan instrumen pengawasan kemitraan dan pedoman kemitraan subkontrak jasa konstruksi serta kegiatan sosialisasi dan internalisasi prinsip-prinsip kemitraan usaha yang sehat kepada para pemangku kepentingan yang meliputi pelaku usaha," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Tak Punya Industri Kecil yang Kuat, RI Bakal Bersulit dengan Jepang

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Banggar DPR, Jakarta, Selasa (4/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, perkembangan ekonomi digital salah satunya lewat e-commerce tetap harus dihadapi dengan hati-hati. Hal ini agar platform e-commerce tidak dipenuhi oleh produk-produk impor.

Mantan Menteri Keuangan ini mengakui, saat ini pertumbuhan barang impor di platform e-commerce masih cukup tinggi.

"Coba perhatikan barang konsumsi yang diimpor menjadi tinggi, pertumbuhannya sekarang lebih dari 20 persen. Salah satu alasan karena mereka ke e-commerce," kata dia, dalam acara 'High Level Policy Round Table on Manufacturing Sector Review, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.

Padahal jika diperhatikan, produk-produk impor tersebut dapat dihasilkan di dalam negeri oleh pelaku industri dalam negeri.

"Kapan pun Anda ke e-commerce, Anda bisa menemukan dengan mudah produk impor. Bahkan produk yang bisa kita buat. Bukan produk yang terlalu rumit yang tidak bisa diproduksi Indonesia," tutur dia.

Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah akan terus berupaya mendorong perkembangan industri dalam negeri sehingga dapat menekan jumlah produk impor

"Jadi kita harus memastikan bahwa kita dapat mengambil keuntungan dari pertumbuhan ekonomi digital, dengan menggunakan produk lokal,"" ujar dia.

"Juga mengoptimalkan suplai dari industri lokal untuk pengadaan pemerintah, saya pikir sudah tahu bahwa di Indonesia ada kebijakan TKDN," dia menambahkan.

Berbagai upaya revitalisasi industri akan terus didorong sehingga industri domestik baik berskala besar maupun IKM dapat menghasilkan produk berkualitas serta mampu bersaing.

"Jadi bukan hanya soal menambah presentase (penggunaan bahan lokal), tapi lebih dari itu merevitalisasi manufaktur hingga ke level IKM. Jika kita tidak punya industri kecil dan menengah yang kuat, maka kita akan sulit bersaing dengan negara seperti Jepang, Taiwan, dan Korea yang mengembangkan kapasitas industri tidak hanya perusahaan besar tapi juga usaha kecil dan menengah," tegas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya