Kerusuhan Semakin Meluas di Sudan, 19 Orang Tewas

Aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga bahan pokok semakin meluas di Sudan, menyebabkan 19 orang tewas dan lebih dari 200 terluka.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 28 Des 2018, 13:33 WIB
Kerusuhan kian meluas di Sudan akibat kenaikan harga bahan pokok yang tidak terkendali (AP Photo)

Liputan6.com, Khartoum - Bentrokan antara polisi anti huru hara Sudan dan demonstran dalam aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga roti, dilaporkan membuat 19 orang tewas, termasuk dua personil pasukan keamanan.

"19 orang kehilangan nyawa dalam insiden itu termasuk dua di antaranya dari pasukan keamanan," kata juru bicara pemerintah Boshara Juma via siaran televisi, Kamis 27 Desember 2018.

Dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (28/12/2018), Juma menambahkan bahwa tercatat sebanyak 219 orang terluka, di mana sebagian besar disebabkan oleh tembakan gas air mata.

Pihak berwenang Sudan sebelumnya mengatakan bahwa delapan orang telah tewas dalam bentrokan di ibu kota Khartoum, dan beberapa kota lain sejak protes dimulai pada 19 Desember.

Sementara itu, Amnesty International --sebuah organisasi pemerhati HAM global-- telah menempatkan angka kematian pada kerusuhan tersebut sebanytak 37 orang.

Sebelumnya pada hari Kamis, jaringan wartawan Sudan memulai aksi protes keras terhadap kenaikan harga roti, dan beberapa bahan pokok lainnya.

"Kami menyatakan protes selama tiga hari, terhitung mulai dari 27 Desember, untuk menuntut tanggung jawab pemerintah atas kekerasan dalam menyikapi para pengunjuk rasa," kata juru bicara Jaringan Jurnalis Sudan, yang mengadvokasi kebebasan berpendapat.

Aksi protes terbaru itu juga merupakan bentuk kritik atas serangan "biadab" pihak berwenang terhadap kebebasan pers, termasuk penyensoran dan pembredelan izin terbit surat kabar.

Wartawan di Sudan sering mengeluh pelecehan dari pihak berwenang, sehingga negara Afrika Timur itu memiliki peringkat yang mengerikan terkait jaminan kebebasan pers internasional.

Seluruh cetakan surat kabar sering disita karena artikel yang dianggap ofensif oleh Badan Intelijen dan Keamanan Nasional (NISS), yang menjadi ujung tombak penindasan terhadap pengunjuk rasa yang tengah berjuang saat ini.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Serukan Kembali Unjuk Rasa

Suasana mencekam ketika rakyat sipil berlarian menyelamatkan diri dari kepungan perang Sudan Selatan (AFP/Justin Lynch)

Sementara itu, aktivis dan kelompok oposisi menyerukan kepada masyarakat Sudan untuk kembali turun ke jalan, melakukan aksi protes selama beberapa hari ke depan.

"Kami mendesak rakyat Sudan untuk melanjutkan demonstrasi mereka sampai bisa menggulingkan rezim," kata Partai Komunis Sudan dalam sebuah pernyataan.

"Kami juga meminta semua partai oposisi untuk bersatu dan bekerja sama untuk mengoordinasikan gerakan ini," lanjutnya.

Di lain pihak, beberapa anggota partai telah ditangkap oleh agen keamanan setepat sejak protes dimulai, pekan lalu.

Protes awalnya dimulai di kota-kota dan pedesaan, yang kemudian menyebar ke ibu kota Khartoum, ketika warga berunjuk rasa melawan pemerintah, yang memutuskan kenaikan harga roti dari satu pound Sudan (setara Rp 300) menjadi tiga pound Sudan, atau sekitar Rp 1.000 per potong.

Demonstran juga telah berbaris melawan situasi ekonomi Sudan yang mengerikan, dan beberapa telah menyerukan pengunduran diri Presiden Omar al-Bashir.

Setelah protes meletus, al-Bashir yang telah berkuasa sejak kudeta tahun 1989, bersumpah untuk "mengambil reformasi nyata" dalam mengatasi kesulitan keuangan negara.

Secara keseluruhan, Sudan menghadapi krisis mata uang asing yang akut dan lonjakan inflasi tinggi, meskipun dicabutnya embargo ekonomi oleh AS pada Oktober 2017.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya