Konsumsi Rokok Sumbang Tingginya Angka Kemiskinan di Sumsel

Angka kemiskinan di Sumsel sebesar 12,80 persen jauh lebih tinggi dari target nasional.

oleh Nefri Inge diperbarui 30 Des 2018, 02:00 WIB
Angka kemiskinan di Sumsel tahun 2018 lebih tinggi dari target nasional (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Peran Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang langganan menjadi tuan rumah even olahraga internasional ternyata tidak begitu berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan angka kemiskinannya masih di bawah target nasional.

Meskipun saat penyelenggaraan Asian Games 2018 di Palembang, pendapatan di Sumsel bisa mencapai Rp 18,5 triliun. Salah satunya dari pengeluaran pengunjung sebesar Rp 1 triliun selama dua minggu.

Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapenda) Sumsel Ekowati Ratnaningsih mengatakan banyak faktor yang menyebabkan angka kemiskinan di Sumsel masih berada jauh dari target nasional.

“Kemiskinan di Sumsel tahun 2018 ini mencapai 12,80 persen, lebih tinggi dibandingkan target nasional yang hanya 9,82 persen,” ujarnya dalam acara Kilas Balik Provinsi Sumsel di Griya Agung Palembang, Jumat (29/12/2018).

Konsumsi rokok dan tembakau dari kalangan masyarakat menengah ke bawah, menjadi salah satu indikator meningkatnya angka kemiskinan. Masyarakat lebih memilih mengeluarkan uang untuk membeli rokok, dibandingkan memenuhi kebutuhan hidup.

“Jika konsumsi rokok dan tembakau bisa dikurangi porsinya, ini sangat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan,” katanya.

Dari 17 kabupaten/kota di Sumsel, hanya Kota Pagar Alam yang mencapai angka kemiskinan di bawah target nasional, yaitu sekitar 8,9 persen. Tiga kabupaten yang angka kemiskinannya terparah yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin (Muba) dan Lahat.

“Yang paling tinggi sebenarnya Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), tapi jumlah penduduknya sedikit. Kalau tiga kabupaten/kota tersebut, angka pengangguran tinggi sedangkan jumlah penduduk dan prosentase besar,” ujarnya.

Padahal dari tahun 2014, angka kemiskinan di Sumsel sudah berkurang 1,11 persen atau 0,22 persen per tahun. Di tahun 2014, angka kemiskinan Sumsel sebesar 13,91 persen dan meningkat ke angka 14,25 persen di tahun 2015.

Di tahun 2016, angkanya kembali menurun ke 13,54 persen dan mengerucut ke 13,19 persen di tahun 2017. Sedangkan tahun 2018 menurun 2,98 persen di angka 12,80 persen.

Kemiskinan di Sumsel juga diperparah dengan angka pengangguran sebesar 4,23 persen atau sebanyak 175.122 orang.

 


Ketersediaan Air Minum

Ekowati Ratnaningsih, Kepala Bapenda Sumsel (Liputan5.com / Nefri Inge)

Meski angka ini melebihi target nasional sebesar 5,34 persen, namun lima kabupaten/kota di Sumsel turut menyumbang tingginya angka pengangguran. Yaitu Kota Palembang, Prabumulih, Lubuklinggau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan Muara Enim.

Ketersediaan air minum di Sumsel juga masih berada di angka 64 persen serta sanitasi hanya sebesar 66 persen. Padahal target 2019 secara nasional, seluruh wilayah bisa mencapai 100 persen akses air minum bersih, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen sanitasi.

“Yang tinggi capaian sanitasi hanya Kota Palembang dan Prabumulih. Sedangkan ketersediaan air minum yang mencukupi hanya di Palembang, Lubuklinggau, Prabumulih dan Kabupaten Banyuasin,” ungkapnya.

Di Kabupaten Empat Lawang, ketersediaan air minum bahkan hanya 9 persen dan 29 persen di Kabupaten OKU Selatan. Untuk sanitasi yang terendah di Kota Pagar Alam.

Peningkatan angka kemiskinan juga diperparah dengan nilai jual hasil perkebunan di Sumsel yang kian terpuruk, seperti komoditi karet dan sawit. Bahkan dari tahun 2013 hingga 2017 nilai jualnya semakin parah.

“Penanggulangan kemiskinan ini menjadi tugas berat. Walau dari tahun ke tahun terus menurun, tapi penurunan tidak signifikan. Dibanding nasional, selisihnya jauh dan lebih cepat menurun dibanding Sumsel. Ini akan jadi konsentrasi kita di 2019,” ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya