Liputan6.com, Kinshasa - Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengatakan, proses pemberantasan wabah ebola di Republik Demokratik Kongo terancam berjalan jika peperangan berlanjut di sekitar pusat wabah penyakit yang meliputi Beni dan Butembo.
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (30/12/2018) tercatat, ebola telah menewaskan 356 dari 585 orang yang tertular selama wabah hampir enam bulan.
Baca Juga
Advertisement
Bahkan, seperlima kasus itu terjadi dalam tiga minggu ini, menurut data terbaru dari WHO.
Epidemi di bagian Republik Demokratik Kongo yang bergejolak itu kini hanya dilampaui oleh wabah tahun 2013-2016 di Afrika Barat, di mana lebih dari 28 ribu kasus dikukuhkan.
Kongo dilanda 10 wabah ebola sejak virus itu ditemukan tahun 1976. Virus itu menular melalui kontak dengan cairan tubuh dan menyebabkan demam berdarah dengan muntah parah, diare dan perdarahan.
Tim kesehatan di Beni dilarang melakukan tugas lapangan, termasuk vaksinasi, melacak pembawa ebola potensial, dan menindaklanjuti peringatan akan potensi kasus baru.
Di Butembo, petugas kesehatan tidak bisa melakukan vaksinasi atau melacak orang yang mungkin tertular penyakit itu sebagai bagian penting pencegahan penularan.
Di daerah lain, perang melawan Ebola berlanjut, dan masyarakat setempat umumnya mendukung tim kesehatan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Korban Anak-Anak
Jumlah anak-anak di wilayah timur Republik Demokratik Kongo yang meninggal akibat Ebola, meningkat pada tingkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagian besar korban terjangkit lewat sanitasi yang buruk di klinik yang dikelola oleh tabib tradisional.
Dampaknya pada anak-anak sangat terasa di kota Beni, yang telah menjadi episentrum baru wabah ini.
Dari 120 kasus Ebola yang dikonfirmasi di Beni, sedikitnya 30 orang berusia di bawah 10 tahun dan 27 di antaranya telah meninggal.
"Banyak anak-anak yang terkena wabah malaria di dekat Beni diperkirakan mengidap Ebola di klinik yang dikelola oleh tabib yang juga merawat pasien Ebola," kata Jessica Ilunga, juru bicara kementerian kesehatan Kongo.
Advertisement