Liputan6.com, Jakarta Seiring dengan semakin majunya teknologi informasi, pornografi masih dianggap sebagai masalah yang mengancam generasi muda di Indonesia.
Ketua Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) Azimah S. mengatakan, yang paling rentan terkena dampak dari pornografi adalah anak-anak khususnya remaja. Selain itu, hal tersebut dianggap mampu menghancurkan institusi keluarga.
Advertisement
Azimah mengatakan, regulasi di Indonesia belum ketat untuk urusan pornografi. Terutama di media massa seperti internet.
"Kalau di luar negeri yang masuk di internet disaring dulu baru dilihat. Kalau di Indonesia kebalikannya. Semua masuk dulu, kalau ada yang keberatan baru diblok," ujar Azimah dalam Seminar Parenting "Mewaspadai Pornografi, Seks Bebas, & Perilaku LGBT di Sekitar Kita" di Jakarta pada Minggu (30/12/2018).
Selain itu, orangtua di Indonesia seringkali masih menganggap tabu pembicaraan tentang pendidikan seks bersama anak. Hal ini seringkali membuat anak mencari tahu sendiri dari sumber-sumber yang tidak seharusnya.
"Di indonesia biasanya ngomong seks masih dianggap tabu. Orangtua menganggap 'Kamu masih kecil, masih ingusan, nanti tahu sendiri. ' Dibiarkan tahu sendiri tapi tahu dari teman, dari internet," Azimah menambahkan.
Selain dua faktor tersebut, Azimah mengatakan, adanya akses pornografi yang lebih mudah dan murah, lemahnya penegakan hukum, serta pro-kontra Rancangan Undang-Undang Pornografi dianggap menjadi ironi dalam masalah pornografi di Indonesia. Hal ini juga menyebabkan berkembangnya kasus seks bebas di kalangan di bawah umur.
Saksikan juga video berikut ini:
Peran Orangtua
Harry Santosa dari Fitrah Base Foundation mengatakan, orangtua punya peran dalam pencegahan permasalahan semacam ini. Untuk itu, orangtua harus mengerti tentang fitrah serta berfokus pada potensi anak.
"Kita harus fokus untuk menumbuhkan cahaya pada anak, bukan pada kegelapannya," kata Harry.
Harry menambahkan, sesungguhnya tidak ada anak yang salah gaul, yang ada adalah salah asuhan. Karena itu, orangtua juga harus memberikan asuhan yang baik dan benar pada anak, yakni dengan mendampingi anak sesuai proses perkembangan umurnya serta fitrahnya.
"Orangtua harus lebih fokus pada potensi anak bukan pada masalahnya," imbuh Harry.
Azimah menambahkan, penggunaan istilah-istilah yang sebenarnya tidak lazim soal reproduksi terkadang malah membuat bingung anak.
"Orangtua yang gagap, yang tidak peka, justru mengalihkan dengan istilah yang membuat anak semakin bingung. Misalnya alat kelamin diistilahkan 'burung', 'dompet', kemudian malah anak mencari di tempat yang lain. Ini yang kami khawatirkan dia akan mencari sesuatu yang pornografi."
Maka dari itu, sekolah dan orangtua harus bisa mempersiapkan anak dengan memberi informasi yang benar tentang organ-organ reproduksinya. Anak juga perlu diberi pendidikan mengenai cara menjaga kesehatan dan mencegah dari hal-hal yang harusnya baru diperoleh setelah menikah.
Advertisement