Dhaup Ageng, Pura Pakualaman Antar Putra Mahkota ke Jenjang Pernikahan

KRT Radyowisroyo mengatakan Ageng bisa berarti agung namun bukan besar dan mewah. Tapi soal besar lebih ke prosesi yang dilakukan mulai dari pakaiannya dan tahapannya sesuai budaya.

oleh Yanuar H diperbarui 30 Des 2018, 14:04 WIB
Pakualaman bersiap gelar Dhaup Ageng (Liputan6.com/Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Puro Pakualaman akan memiliki hajat besar dengan Dhaup Ageng yang digelar Sabtu, 5 Januari 2019. Bendara Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Bimantoro, putra sulung PA X, akan menikah dengan dokter cantik kelahiran Sleman dr. Maya Lakhsita Noorya.

BPH Kusumo Bimantoro merupakan sulung dari dua bersaudara putra K.G.P.A.A. Paku Alam X dan G.K.B.R.A.A. Paku Alam. Sementara dr. Maya Lakhsita Noorya yang lahir di Sleman pada 27 April 1991 merupakan putri dari Ir. H.Mandiyo Priyo, M.T . dan Dra. Hj. Rini Wijayanti, M.Pd.

Ketua 1 Dhaup Ageng Pakualaman 2019 KRT Radyowisroyo menjelaskan, Dhaup itu berarti pernikahan yang digelar oleh pihak keraton, baik Keraton Yogyakarta ataupun Puro Pakualaman.

"Dhaup itu pernikahan itu sebagai Royal Wedding. Pernikahan yang dilakukan di kalangan keraton atau Puro Pakualaman," katanya, Sabtu, 29 Desember 2018.

KRT Radyowisroyo mengatakan, Ageng bisa berarti agung, tapi bukan besar dan mewah. Besar lebih ke prosesi yang dilakukan, mulai dari pakaiannya dan tahapannya sesuai budaya.

"Ageng itu mungkin dalam skala tamu yang diundang. Kalau dari ukuran tamunya para pejabat tinggi, negara-negara sahabat, dan kalangan tokoh," katanya.

Ia mengatakan, Dhaup Ageng hanya untuk di kalangan keraton saja. Sehingga di luar itu tidak bisa dikatakan sebagai Dhaup Ageng. "Khusus untuk anak raja saja, putra raja langsung," katanya.

Selain itu, dalam acara Dhaup Ageng sudah ada secara turun-temurun, sehingga Dhaup Ageng memiliki cirinya sendiri.

"Turun-temurun itu sudah ada. Nyengker, Nyantri, Tantingan, tahapannya secara adat kita lakukan semuanya," katanya.

Walaupun begitu, Dhaup Ageng yang digelar oleh Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman ada perbedaannya. Pada Dhaup Ageng BPH. Kusumo Bimantoro putra sulung PA X dengan dokter cantik dr. Maya Lakhsita Noorya berbeda dengan di Keraton Yogyakarta.

"Ada beberapa kita tidak ada kirab, pondongan tidak ada. Baju pengantin kembali ke Keraton Jogja sejak PA IX kembali tata cara adat Jogja. Sebelumnya PA VII dan PA VIII cenderung ke Solo," katanya.


Tarian Sakral Bedoyo Kembang Emas

Pakualaman bersiap gelar Dhaup Ageng (Liputan6.com/Yanuar H)

Dhaup Ageng tidak akan terlewatkan dengan tarian sakral bedoyo, termasuk dalam Dhaup Ageng Pakualaman 2019 nanti. Bedoyo Kembang Emas karya PA X akan ditampilkan dalam prosesi resepsi di Bangsal Sewotomo Pura Pakualaman.

"Awalnya namanya Bedoyo Temanten, tapi kok tidak ada khasnya, lalu dicarikan namanya Bedoyo Kembang Emas," kata KPH Indrokusumo Ketua Umum Dhaup Ageng di Kepatihan, Puro Pakualaman Yogyakarta.

Menurut dia, Bedoyo Kembang Emas yang merupakan tarian sakral ini merupakan budaya tarian berwujud doa. Doa agar acara Dhaup Ageng dapat berjalan lancar.

"Ems itu barang yang baik diharapkan doa yang baik, karena kembang tidak semua musim," katanya.

Ia menceritakan, proses tarian Bedoyo ini muncul setelah PA X mengutarakan akan segera menikahkan anaknya. Saat itu ia menyarankan untuk membuat tarian baru, walaupun menggunakan tarian lama juga tidak masalah.

"Ketika Beliau menikahkan anak itu sekitar setelah Iduladha," katanya.

Ketua 1 Dhaup Ageng Pakualaman 2019 KRT Radyowisroyo juga mengatakan Bedoyo Kembang Emas akan dilakukan 7 penari. Semua penari dari Keraton Pakualaman.

"Bedoyo ini dibuat khusus oleh PA X untuk anaknya yang kan ditarikan saat jamuan makan dan ada dua beksan lainnya Lawung Alit," katanya.

Menurut dia, karena ini merupakan tarian sakral, maka penarinya akan melakukan beberapa hal sebelum tampil tari. Sehingga tidak semua penari di keraton dipilih untuk bedoyo ini.

"Ada syarat-syaratnya pasti. Harus melampaui. Keliatanya belum menikah. Karena bedoyo itu tarian sakral tapi cuma ini lebih dipersingkat waktunya," katanya.

Ia mengatakan biasanya tarian Bedoyo digelar selama 30 menit. Namun dalam acara ini dipersingkat menjadi 19 menit. "Kita persingkat disesuaikan dengan kondisi waktu dan tamu," katanya.

Bedoyo Kembang Emas ini menurutnya memiliki nilai filosofis sendiri berkaitan dengan harapan. Bedoyo itu harapannya menjadi pengantin yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.

"Proses mereka bertemu mungkin ada intriknya lalu menyatu dan menjadi satu pemimpin ini bisa digunakan. Nanti tamu VIP akan menikmati hidangan di tempat khusus tapi sebelumnya mereka melihat bedoyo itu baru menikmati jamuan yang disiapkan," katanya.

Ia juga menjelaskan selama resepsi itu juga akan ada dua tarian lainnya yang masih berakar dari kraton Yogyakarta. Hal ini berhubungan dengan PA I dan HB II merupakan sama-sama anak dari HB I.

"Beliau PA I putra HB 1 adik HB II. Beksan Lawung Alit itu tarian dari kraton Yogyakarta. Itu deket dengan HB I," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya