Liputan6.com, London - Setiap tanggal 31 Desember, sebagian besar penduduk di seluruh dunia merayakan malam pergantian tahun atau dikenal sebagai Malam Tahun Baru.
Dari era Babilonia Kuno hingga Kekaisaran Roma, hampir seluruh lapisan masyarakat merayakan perubahan tahun itu, tidak peduli kalender apa yang telah mereka ikuti.
Baca Juga
Advertisement
Orang-orang umumnya menyukai momen yang memberi makna pada berlalunya waktu, menyingkirkan hal-hal negatif demi menyongsong masa depan lebih baik, serta berharap mendapatkan lebih banyak keberuntungan di Tahun Baru.
Umumnya, orang-orang akan berkumpul bersama keluarga, sahabat, teman, atau kerabat lain untuk bersama-sama memeriahkannya. Pesta kembang api dan barbeque (BBQ) tampaknya menjadi 'acara wajib' yang dilakukan pada Malam Tahun Baru.
Namun, tahukah Anda bahwa ada mitos-mitos yang beredar di tengah masyarakat terkait perayaan Malam Tahun Baru? Berikut lima di antaranya, seperti dikutip dari The Washington Post, Senin (31/12/2018).
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Hari yang Paling Berbahaya Untuk Mengemudi
Di negara-negara dengan 4 musim, liburan musim dingin adalah masa-masa yang dianggap berisiko untuk mengemudi, baik itu mobil atau pun motor. Hal ini disebabkan oleh buruknya cuaca dan banyaknya orang yang mengonsumsi minuman beralkohol.
"Ini (malam Tahun Baru) adalah hari terburuk dalam setahun, bila ditelisik dari jumlah kecelakaan fatal yang melibatkan pengemudi mabuk," kata juru bicara Insurance Institute for Highway Safety kepada New York Times pada tahun 2011.
Sementara itu, Commonwealth Law Group menyatakan, "Antara pukul 18.00 (waktu setempat) pada 31 Desember dan 06.00 pada 1 Januari, adalah waktu yang paling rawan untuk berkendara sepeda motor atau menyetir mobil di jalan-jalan besar."
Tetapi menurut Insurance Institute for Highway Safety’s Highway Loss Data Institute, yang menganalisis kematian akibat kecelakaan antara tahun 2010 dan 2014, empat Juli --secara konsisten-- merupakan hari paling mematikan dalam setahun di jalan-jalan Amerika Serikat.
Meski demikian, itu tidak berarti Tahun Baru adalah hari yang aman, terutama jika Anda berjalan kaki. Ketimbang mengendarai kendaraan roda empat atau motor, pejalan kaki berisiko 1,7 kali lebih mungkin mengalami kecelakaan pada jam-jam menjelang Tahun Baru.
Advertisement
2. Natal Berakhir pada Malam Tahun Baru
Banyak orang menganggap bahwa Malam Tahun Baru merupakan akhir dari Natal (dan suasananya): Santa datang dan pergi, pohon Natal hampir mati dan dekorasinya sudah acak-acakan.
Yahoo menyebut bahwa Natal sudah berakhir begitu hadiah telah dibuka dan eggnog (minuman yang terbuat dari campuran telur kocok, krim, dan perasa. Seringkali dicampur dengan alkohol) diminum.
Akan tetapi, menurut kalender liturgi Katolik, akhir resmi dari musim Natal adalah Hari Raya Epifani --hari raya keagamaan dalam sejumlah gereja Kristen yang dirayakan pada tanggal 6 Januari.
Dalam tradisi umat Nasrani pada Abad Pertengahan, Christmastide tidak berakhir sampai Candlemas, yang juga dikenal sebagai Feast of the Purification of the Blessed Virgin Mary dan Presentation of the Lord pada 2 Februari.
Bahkan sekarang, Gereja Ortodoks yang masih berpedoman pada kalender Julian dari Romawi Kuno, merayakan Natal setiap 7 Januari.
Beberapa orang merayakan sesuatu yang sangat mirip Natal di Malam Tahun Baru.
Di Rusia, misalnya, Ded Moroz atau Kakek Frost (tokoh fiktif yang mirip Sinterklas), menurunkan hadiah saat kalender berubah tahunnya.
3. Resolusi Tahun Baru Tidak Berguna
Tahun lalu, 37 persen orang Amerika yang disurvei dalam jajak pendapat YouGov mencantumkan "makan sehat" sebagai resolusi Tahun Baru mereka, sedangkan sisanya menuliskan "menghemat uang" dan "berolahraga lebih banyak."
Studi lanjutan mengemukakan bahwa impian tersebut, semuanya, gagal total. Dari data statistik menunjukkan, hanya 8 persen di antara mereka yang berhasil menjaga resolusinya.
Tetapi menurut beberapa penelitian, orang yang membuat resolusi untuk Tahun Baru, lebih mungkin untuk mencapainya daripada orang yang memiliki tujuan yang sama tetapi tidak menuliskan harapannya.
Sebuah riset yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Psychology pada tahun 2002 menemukan bahwa antara penyelesai dan non-penyelesai (resolver dan non-resolver) tertarik untuk mengubah sesuatu tentang kehidupan mereka seperti menurunkan berat badan, berhenti merokok atau berolahraga teratur.
46 persen penyelesai berhasil melakukannya selama enam bulan (terhitung mulai dari tanggal 1 Januari), sedangkan non-penyelesai hanya 4 persen.
Dan survei Statistic Brain pada 2017 menemukan bahwa 44,8 persen responden mempertahankan resolusi mereka setidaknya enam bulan ke depan.
"Orang yang secara eksplisit membuat resolusi, 10 kali lebih mungkin untuk mencapai tujuan mereka daripada orang yang tidak secara eksplisit membuat resolusi," tulis penelitian tersebut.
Advertisement
4. Rencana Adalah Kunci Utama Malam Tahun Baru yang Baik
"Malam Tahun Baru adalah salah satu malam di mana Anda ingin menjalankan rencana yang telah ditetapkan beberapa minggu sebelumnya," kata sebuah artikel yang ditulis di situs web Bustle.
Tetapi, jika Anda hanya menghabiskan waktu untuk menonton film di Netflix pada Malam Tahun Baru, itu juga bukan ide yang buruk.
Menurut seorang kolumnis Washington Post, Ana Swanson, yang menulis artikel pada 2015, ia menjabarkan bahwa berusaha mati-matian untuk bersenang-senang pada Malam Tahun Baru sebenarnya membuat malam menjadi jauh lebih tidak menyenangkan.
Ana menunjuk ke sebuah studi pada tahun 1999, di mana peneliti mensurvei 475 orang tentang rencana Malam Tahun Baru mereka. Periset kemudian menemukan bahwa 83 persen subjek merasa kecewa dengan apa yaang telah mereka lakukan saat Malam Tahun Baru.
Studi yang lebih baru menggarisbawahi gagasan bahwa mencoba menjadi bahagia justru membuat seseorang jadi sengsara. Sebagai contoh, penelitian yang diterbitkan dalam Psychonomic Bulletin & Review edisi Maret 2018 menemukan bahwa mengejar kebahagiaan membuat seseorang terlihat seperti ia tak memiliki banyak waktu luang.
5. Malam Tahun Baru Adalah Malam Ketika Banyak Orang Mabuk
Seorang blogger pengasuhan anak menulis bahwa dia memilih untuk tinggal di rumah karena sulit untuk menemukan taksi sepanjang Malam Tahun Baru. Konon, para pengemudinya memilih untuk rehat sejenak dan bersantai terlebih dahulu bersama kolega untuk menikmati bir atau pergi ke kelab malam.
Namun kenyataannya, hal serupa juga terjadi pada hari libur lain. BACtrack menganalisis data dari 300.000 hasil tes pada tahun 2014. Mereka menemukan bahwa meskipun Malam Tahun Baru 2013 adalah malam di mana banyak orang mabuk, tapi jumlahnya tidak sebesar dengan St. Patrick Day (dengan kadar alkohol dalam darah mencapai 0,094 persen), Hari Valentine (0,092 persen), dan Super Bowl (tidak disebutkan presentasenya).
Namun, berdasarkan analisis departemen kepolisian dan dokter, ada lagi "pesaing" Malam Tahun Baru yang sesungguhnya, jika dikaitkan dengan banyaknya konsumsi minuman beralkohol, yakni Blackout Wednesday --malam sebelum Thanksgiving.
Advertisement