Jair Bolsonaro Dilantik Jadi Presiden Brasil, Donald Trump Ucapkan Selamat

Donald Trump memuji presiden baru Brasil, Jair Bolsonaro, setelah ia dilantik dan bersumpah untuk memperkuat demokrasi negaranya.

oleh Afra Augesti diperbarui 02 Jan 2019, 12:00 WIB
Kandidat sayap kanan Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan presiden Brasil 2018 (AP/Silvia Izquierdo)

Liputan6.com, Brasilia - Nasionalis sayap kanan, Jair Bolsonaro, telah resmi dilantik sebagai presiden Brasil pada hari Selasa, 1 Januari 2019 waktu setempat. Ketika disumpah, ia segera meminta Kongres untuk memerangi korupsi dan ia juga berjanji akan bekerja tanpa lelah, sehingga Brasil bisa mencapai tujuannya.

Berbicara di sidang gabungan Kongres (joint session of Congress) beberapa menit setelah mengambil sumpah jabatan, Bolsonaro, seorang mantan kapten Angkatan Darat dan pengagum kediktatoran militer negara 1964-1985, berjanji untuk mematuhi norma-norma demokrasi.

Dia menegaskan, pemerintahnya akan menjalankan amanah rakyat Brasil yang telah memilihnya menjadi presiden dan bersedia memberantas korupsi, kejahatan tingkat tinggi dan memperbaiki ekonomi negara.

"Saya akan bekerja tanpa lelah, sehingga Brasil bisa mewujudkan mimpinya," kata Bolsonaro setelah dilantik, seperti dikutip dari CNBC, Rabu (2/1/2019). "Sumpah saya adalah memperkuat demokrasi Brasil."

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan ucapan selamat kepada Bolsonaro melalui Twitter. Orang Nomor Satu di Negeri Paman Sam tersebut memuji isi pidato Bolsonaro dan mengatakan bahwa AS mendukungnya.

Presiden baru Brasil itu langsung menjawab dan berterima kasih kepada Trump atas dukungaannya sembari menuliskan, "Bersama-sama, di bawah perlindungan Tuhan, kita akan membawa kemakmuran dan kemajuan bagi rakyat!"

Di bidang ekonomi, Jair Bolsonaro berjanji akan "menciptakan siklus kebijakan baru untuk membuka pasar" dan "melakukan reformasi struktural" guna menopang defisit negara saat ini.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Mengikuti Jejak Donal Trump

Jair Bolsonaro, politikus Brasil yang dinilai memiliki sikap rasis seperti Presiden Donald Trump (AFP)

Bolsonaro yang berusia 63 tahun, berencana untuk menyelaraskan kembali Brasil secara internasional, menjauh dari sekutu negara berkembang, dan lebih dekat dengan kebijakan para pemimpin Barat --terutama Donald Trump yang mengirim Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, ke pelantikannya.

Sebagai penanda jelas komitmennya terhadap perubahan diplomatik itu, Brasil akan mengikuti 'jalan' AS dengan rencananya untuk memindahkan kedutaan besar id Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Bolsonaro juga berkeinginan untuk memutuskan dukungan terhadap solusi dua negara untuk masalah Palestina.

Bolsonaro huga bakal memblokir langkah-langkah pelegalan aborsi dan menghapus pendidikan seks dari sekolah umum. Keputusan ini mendapat dukungan secara masif oleh sektor-sektor konservatif di Brasil, termasuk gereja-gereja Kristen Evangelis.

Namun, di sisi lain, Bolsonaro telah menghadapi tuduhan kasus pemerkosaan dan kejahatan rasial karena berkomentar tentang perempuan, gay dan ras minoritas.

Dalam sebuah wawancara dengan Record TV menjelang pelantikannya, Bolsonaro mengecam birokrasi Brasil yang terkenal kejam, yang membuat kegiatan berbisnis di negara itu menjadi sulit dan mahal. Oleh karena itu, ia bersumpah untuk melepaskan apa yang disebut "Brazil Cost" yang dianggap sudah merugikan perusahaan swasta.

"Mesin pemerintah sangat berat," katanya. "Ada ratusan badan pengatur birokrasi di seluruh Brasil, juga para regulator ... Kita harus mengurai kekacauan ini."

Sumpahnya untuk mengikuti cara kerja Donald Trump dan menarik Brasil keluar dari Perjanjian Paris telah membuat khawatir para pencinta lingkungan. Begitu pula rencananya untuk membangun bendungan pembangkit listrik tenaga air di Amazon. Hal ini kian mengancam kehidupan Suku Awa yang dipandang sebagai penjaga terakhir hutan terbesar di dunia itu.

Suku Awa, atau yang juga dikenal dengan nama Guaja, merupakan kelompok pemburu-pengumpul yang bertahan hidup di pedalaman hutan hujan Amazon. Hanya ada 600 dari mereka yang tersisa. Seratus di antaranya benar-benar belum pernah melakukan kontak dengan dunia luar.

Anggota suku ini hidup selaras dengan lingkungan sekitarnya. Namun, keberadaan suku Awa terancam oleh beberapa pabrik dan komplotannya yang berusaha menebang pohon-pohon di tanah mereka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya