Babak Baru Kasus Penghinaan Ustaz Abdul Somad

Setelah menguap hampir empat bulan, kasus penghinaan Ustaz Abdul Somad menemui babak baru.

oleh M Syukur diperbarui 02 Jan 2019, 16:00 WIB
Penghina Ustaz Abdul Somad (UAS) memakai baju hitam (tiga dari kanan). (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekenbaru - Hampir empat bulan ditangani, akhirnya Kepolisian Daerah Riau menyatakan kasus penghinaan yang dialami Ustaz Abdul Somad (UAS) lengkap atau P-21. Awal tahun 2019 kasusnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Gidion Arif Setiawan, awalnya pelimpahan tersangka Jony Boyok dan barang bukti direncanakan akhir tahun. Hanya saja jaksa meminta dilakukan tahun 2019 karena masih cuti.

"Sengaja diberitahukan sekarang karena permintaan jaksa tahap II Januari tahun depan," kata Gidion pada konferensi pers akhir tahun 2018 di Mapolda Riau.

Selama mengusut kasus ini, tersangka Jony tidak ditahan penyidik dengan alasan ancaman hukumannya di bawah lima tahun. Jony juga dinilai koperatif selama pemeriksaan, meski penyidik meminta keterangan di rumah.

Terkait apakah nanti Jony ditahan ketika berkasnya sudah sampai ke jaksa penuntut umum, Gidion menyatakan itu hak prerogatif dari pimpinan di Kejati Riau.

Gidion menyatakan, kasus yang menimpa UAS termasuk kejahatan dunia siber atau cybercrime. Kasus jenis serupa termasuk paling tinggi terjadi di Riau sejak Polda Riau punya satuan khusus.

Kasus ini ditangani sejak September 2018. Kala itu, pelaku melalui akun Facebook bernama Jony Boy Ok mengunggah status sindiran pedas terhadap UAS. Dia menyebut ustaz berdarah Batak dan besar di Riau itu sebagai pengadu domba antar agama dan dajjal.

 


Cybercrime di Pekanbaru

Di samping itu, Gidion menyebut sejak awal tahun 2018, ratusan pengaduan kejahatan dunia maya masuk ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Semuanya disaring hingga akhirnya penyidik menindak 36 laporan. Dari semuanya, yang diselesaikan ada 14 kasus.

"Tahun ini pengaduan banyak, kalau tahun lalu ada 20 laporan polisi dan diselesaikan tiga kasus," ucap mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya ini.

Gidion menyebutkan, baik pelaku ataupun korban cybercrime didominasi ibu-ibu muda. Mulai dari penipuan, ujaran kebencian, penyebaran berita hoax, hingga pencemaran nama baik.

"Sebanyak 80 persen ibu-ibu, kalau penipuan biasanya berkenalan lewat FB, lihat cowok wajah ganteng, diminta uang. Awalnya mau, tapi lama-kelamaan ada yang membuat laporan," sebut Gidion.

Selain itu, korban dari ujaran kebencian adalah tokoh negara dan negara itu sendiri. Diprediksi tahun 2019 jumlahnya akan meningkat seiring dengan makin dekatnya pemilihan presiden.

Terkait ini, Kapolda Riau Irjen Widodo Eko Prihastopo meminta masyarakat yang sudah melek media sosial dan politik agar jangan mudah percaya dengan berita hoax. Masyarakat diminta menelaah terlebih dahulu dan diharap dijadikan konsumsi sendiri.

"Jangan disebar, ditelaah benar apa tidaknya. Jangan jadi bagian dari penginformasian tidak tepat, hindari hoax," ucap Kapolda. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya