Harga Minyak Menguat 2 Persen pada Awal 2019

Harga minyak menguat usai alami perdagangan yang bergejolak pada perdagangan perdana 2019.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Jan 2019, 05:30 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat usai alami perdagangan yang bergejolak pada perdagangan perdana 2019. Hal itu didukung dari pemulihan di bursa saham Amerika Serikat (AS) dan wall street.

Namun, pertumbuhan ekonomi global yang melemah dapat bebani permintaan minyak. Harga minyak Brent naik USD 1,11 atau 2,1 persen ke posisi USD 54,91 per barel usai bergerak di kisaran USD 52,51-USD 56,56.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menanjak USD 1,13 atau 2,5 persen, ke posisi USD 46,54 per barel usai sentuh posisi terendah USD 44,35 dan tertinggi USD 47,78.

Namun, data manufaktur China sebelumnya menambah kekhawatiran berlanjut tentang perlambatan ekonomi global dan peningkatan produksi dari negara-negara seperti Rusia. 

Aktivitas pabrik China alami kontraksi untuk pertama kali dalam dua tahun yang terjadi pada Desember. Ini juga menunjukkan tantangan yang dihadapi pemerintah China untuk akhiri perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

"Kami masih melihat sejumlah kelesuan dalam ekonomi China sebagai pertimbangan. Lesunya ekonomi China yang signifikan turut pengaruhi lantaran China menjadi importir minyak mentah terbesar di dunia," tulis Presiden Direktur Ritterbusch and Assoaciates, Jim Ritterbusch dalam sebuah catatan seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (3/1/2019).

Data manufaktur zona euro juga mengecewakan. Ini karena aktivitas tidak berkembang pada akhir 2018. Hal tersebut berdasarkan survei.

Kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan kelebihan pasokan menyeret harga minyak dari posisi tertinggi yang pernah dicapai pada Oktober 2018. Harga minyak pada 2018 dengan WTI merosot 25 persen dan Brent turun 21 persen.

 


Keseimbangan Pasar Bakal Terjadi pada Kuartal I

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Produksi minyak Rusia juga mencapai rekor pada 2018. Demikian juga produksi AS yang mencapai rekor pada Oktober dan Iran mendorong ekspor minyak pada Desember.

Peningkatan produksi minyak telah membantu menjadikan AS sebagai produsen minyak terbesar di dunia di atas Arab Saudi dan Rusia. Produksi minyak telah mencapai rekor tertinggi di ketiga negara.

Tanda-tanda meningkatkan produksi menggambarkan tantangan yang dihadapi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya Rusia yang berusaha menopang pasar dengan pemangkasan produksi 1,2 juta barel per hari.

Namun, Menteri Energi untuk Uni Emirat Arab, anggota OPEC mengatakan pihaknya tetap optimistis untuk mencapai keseimbangan pasar pada kuartal I 2019.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya