Alasan Pemerintah Optimis Ekonomi Bakal Lebih Baik di Tahun 2019

Kenaikan suku bunga The Fed yang hanya akan terjadi dua kali tahun ini pun akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

oleh Merdeka.com diperbarui 03 Jan 2019, 12:44 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengaku optimistis bahwa tekanan perekonomian global akan menurun di 2019. Salah satu pemicu, terkait kenaikan suku bunga The Fed yang rencananya hanya dilakukan dua kali di tahun ini.

"Tekanan di 2019 akan lebih mild dibandingkan 2018. Di tahun 2018 berat sekali, volatilitas nilai tukar berat, sehingga harus di respon dengan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga di AS sudah lebih mild, meski rencana 2 kali," kata dia, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (2/1/2018).

Kenaikan suku bunga The Fed yang hanya akan terjadi dua kali tahun ini pun akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. "Tekanan suku bunga sudah tidak terlalu berat, sehingga situasi kembali jadi normal kita harapkan di 2019. Normal sekali gak karena thte Fed bisa dua kali lagi," ujar Wimboh.

Selain itu, kondisi fundamental perekonomian domestik yang bagus akan menarik investor dari luar untuk masuk. Arus modal keluar alias capital outflow yang terjadi, kata dia hanya bersifat sementara.

"Foreign fund ini dia akan mencari yield yang lebih tinggi, dengan kondisi domestik stabil, dia akan balik. Kemarin itu temporary aja, beberapa bulan terakhir portofolio sudah mulai baik. Ini bukti fundamental kita bagus. Kemarin negatif karena gejolak global. Ini kami harapkan investor portofolio lebih confident lagi masuk Indonesia," jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution pun mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia bisa tampil lebih baik di tahun 2019. Optimisme tersebut dikarenakan situasi perekonomian Indonesia yang, menurut Darmin memiliki daya tahan yang kuat ketika terjadi gejolak ekonomi global di tahun 2018.

Selain itu, lanjut Darmin perang dagang AS-Tiongkok pun sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan turut memberi optimisme.

"Kita juga terus-menerus menghadapi kejutan-kejutan dalam perang dagang. Misalnya pada saat pertemuan di Argentina. Kita tahu ada ada pertemuan yang memberikan harapan antara pemimpin yang melakukan perang dagang, Tapi saat hari kemudian kita dikejutkan lagi dengan hal yang ini benar atau enggak perang dagang akan mereda," ungkapnya.

"Tapi hari-hari ini mendengar baik Presiden Amerika Serikat maupun Presiden Tiongkok

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com


Gubernur BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019

Gubernur BI Perry Warjiyo saat memberi keterangan pers mengenai kenaikan suku bunga acuan di Jakarta, Kamis (15/11). Perry menyebutkan, keputusan tersebut untuk menyikapi kondisi global. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis ekonomi Indonesia akan lebih baik di 2019. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan investasi.

"Alhamdulilah kita melalui 2018 dengan capaian kinerja ekonomi yang cukup baik. Insya Allah 2019 kinerja ekonomi akan lebih baik dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas yang tetap terjaga," ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Rabu (2/1/2019).

Dia menjelaskan, untuk pertumbuhan ekonomi di 2019, diprediksi akan berada di kisaran 5 persen-5,4 persen. pertumbuhan ekonomi ini masih akan disumbang dari konsumsi dan investasi.

"Kalau dihitung nilai tengahnya adalah 5,2 persen. secara keseluruhan lebih tinggi atau lebih baik drpd estimasi di 2018 perkiraan kami 5,1 persen. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari domestik itu cukup kuat baik dari konsumsi maupun investasi. Pertumbuhan konsumsi masih bisa mencapai 5,2 persen termasuk dari dampak Pemilu, investasi bisa tumbuh sekitar 7 persen. Permasalahannya adalah net eksternal demand atau ekspor dikurangi impronya yang masih negatif. 2019," jelas dia.

Untuk defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) di 2019, Perry menyatakan pihaknya memperkirakan akan lebih rendah jika dibandingkan 2018. Jika di 2018 sebesar 3 persen, maka pada 2019 diperkirakan akan berada di 2,5 persen dari PDB.

"Secara keseluruhan CAD tidak hanya lebih rendah tapi juga neraca pembayaran juga akan lebih mengalami surplus. Di 2018 saya sampaikan sebelumnya di kuartal IV memang CAD masih di atas 3 persen, tapi surplus aliran modal asing itu lebih besar sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran di kuartal IV 2018 itu mengalami surplus ya mungkin sekitar USD 4 miliar dan tentu saja nanti cadev yang akan diumumkan seminggu lagi akan mengalami kenaikan," kata dia.

Sementara untuk inflasi, pada 2019 diperkirakan akan berada di level 3,5 persen +-1 persen. Perry yakin inflasi masih akan terkendali di tahun ini.

"Inflasi kami perkirakan tetap 3,5 persen +- 1. titik tengah 3,5 persen perkiraan kami. Alhamdulilah di 2018 inflasinya lebih rendah dari yang kita perkirakan 3,2 persen, realisasi 3,1 persen. Semua komponen dari inflasi terkendali termasuk inflasi inti, volatil food, maupun adminster price. Di tahun 2019 kami optimis inflasi tetap terkendali dikisaran 3,5 persen +- 1. Perkiraan kami adalah 3,5 persen," tandas dia.

 

Tonton Video Menarik Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya