Merpati Siapkan Lebih dari 10 Pesawat untuk Kembali Terbang

PT Merpati Nusantara Airline (Persero)/ MNA masih optimistis mampu terbang lagi pada 2019.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 03 Jan 2019, 14:45 WIB
Pesawat Merpati

Liputan6.com, Jakarta - PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)/ MNA masih optimistis mampu terbang lagi pada 2019. Saat ini PT Merpati Nusantara Airline bersama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) tengah menyiapkan persyaratan awal untuk bisa menjadi syarat investor mengucurkan dananya.

Direktur Utama MNA, Asep Eka Nugraha mengatakan, persayaratan awal tersebut di antaranya mulai dari keputusan RUPS, perpajakan dari Kementerian Keuangan dan persetujuan dari DPR RI.

"Kalau kami optimis bagaimana caranya bisa bangkit di 2019. Dan kita harapkan persyaratan pendahuluan itu bisa segera kita dapatkan," kata Asep di Kementerian BUMN, Kamis (3/1/2019).

Dalam rencana bisnisnya, Asep mengaku menyiapkan beberapa perencanaan. Hal ini mulai dari tetap menjadikan Indonesia Timur sebagai basis rute awalnya, hingga jumlah pesawat yang disiapkan lebih dari 10 unit.

"Rencana bisnis kami lebih dari 10 pesawat, tapi kita akan penuhi dulu persyaratan dari Kemenhub itu yang minimal harus punya 10 pesawat," tutur dia.

Meski demikian, pihaknya juga masih koordinasi dengan Kemenhub mengenai kepemilikan pesawat ini. Mengingat sebelum perusahaan ini tutup, Merpati Nusantara Airlines memiliki 25 pesawat dengan berbagai tipe.

Hanya saja Asep mengaku lebih memilih membeli dan mengoperasikan pesawat baru daripada harus menghidupkan kembali pesawat-pesawat lamanya.

 


Privatisasi Merpati, Kementerian BUMN Bentuk Tim Khusus

Merpati Nusatara Airlines akan menggunakan pesawat MC-21 yang produksi oleh Irkut Corporation. (Foto: Dok irkut.com)

Sebelumnya, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau MNA bakal mengudara kembali. Merpati Airlines telah mendapatkan komitmen suntikan modal dari Intra Asia Corpora sebesar Rp 6,4 triliun.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro menyebutkan, Kementerian BUMN akan segera membentuk tim untuk memproses pelepasan saham Merpati sebagai perusahaan negara. Artinya perusahaan tersebut bisa menjadi swasta sebab potensi porsi saham yang dilepas bisa mencapai 100 persen.

"Iya bisa sampai seluruhnya. Tapi itu kan yang menentukan Menko Perekonomian (Darmin Nasution). Jadi kami belum bicara soal berapa saham dan strukturnya seperti apa," kata Aloy saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat 23 November 2018.

Aloy mengungkapkan, tim khusus tersebut juga akan membahas mengenai valuasi dari Merpati sebelum dilepas ke swasta. Namun sayangnya saat ini belum keluar hitungan pastinya.

Dia juga menegaskan tim khusus tersebut dalam setiap prosesnya akan mengikuti amanah dari putusan PN Surabaya dengan mengundang strategi investor. Proses privatisasi perusahaan pada umumnya memakan waktu satu tahun. Hal ini pun kemungkinan akan terjadi pada Merpati juga.

Terkait soal Kementerian Keuangan yang menolak putusan perdamaian PN Surabaya karena ingin kewajiban Merpati dibayarkan ke lembaga, kata Aloy harus ada konsultasi baik dari kementerian dan Merpati.

Sementara itu, Aloy enggan membeberkan terkait kemungkinan adanya calon investor baru. Saat ini calon investor Merpati adalah PT Intra Asia Corpora (IAC) yang dimiliki Kim Johanes Mulia. Itu artinya, hingga saat ini, calon investor dari pihak swasta yang mau menghidupkan Merpati hanya IAC.

IAC menunjukkan kesungguhannya menghidupkan kembali Merpati dengan rencana menyuntikan dana sebesar Rp 6,4 triliun yang akan dicairkan dalam dua tahun. Hal itu sudah tertuang dalam Perjanjian Transaksi Penyertaan Modal Bersyarat yang dilakukan IAC dan Merpati pada 29 Agustus 2018 yang disaksikan PT PPA.

Adapun alasan Kementerian BUMN rela melepas Merpati menjadi milik swasta karena beban utang yang harus dibayarkan. Dengan masuknya Kim ke Merpati, beban utang itu akan menjadi tanggung jawab Merpati bersama IAC.

Kendati demikian dia menegaskan Kementerian BUMN tidak akan sembarangan menerima calon investor. Perlu ada due dilligence untuk meyakinkan sang investor benar-benar mampu menyelesaikan masalah Merpati dan membuatnya terbang kembali.

"Kita pelajari homologasinya. Kalau di situ sudah diikat. Kan dulu sudah ditawarkan juga. Kalau itu memang sudah mengikat, kita rundingkan dulu karena dia kan udah menangkan itu. Tapi kita harus lihat kemampuannya bener enggak," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya