Awan Topi di Atas Gunung Jadi Fenomena Unik Beraura Positif

Tidak hanya awan menyerupai tsunami, publik juga sempat dihebohkan dengan penampakan awan menyerupai topi di atas gunung.

oleh Muhammad AliEdhie Prayitno Ige diperbarui 04 Jan 2019, 01:02 WIB
Gunung Semeru bertopikan awan saat pagi hari. (Akun twitter Sutopo Purwo Nugroho ‏@Sutopo_PN)

Liputan6.com, Lumajang - Fenomena alam terjadi di puncak Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada Senin 10 Desember 2018 pagi, lalu. Gunung tersebut seperti bertopikan awan.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, kejadian alam di Gunung Semeru sebagai fenomena biasa. Masyarakat diminta tidak mengaitkannya dengan hal lain.

"Ini fenomena alam biasa saja. Tidak usah dikaitkan dengan mistis apalagi politik," kata Sutopo dalam akun twitternya, yang dikutip Liputan6.com, Selasa, 11 Desember 2018.

Sutopo menjelasakan awan yang berada di puncak gunung berjenis lentikularis atau altocumulus lenticularis. Awan ini terbentuk akibat adanya pusaran angin di puncak.

Untuk itu, dia menyarankan pemandangan alam Gunung Semeru itu dapat diabadaikan dalam momen istimewa karena awan ini sangat sedap dipandang mata.

"Bagi yang mau nikah, gunakan fenomena alam ini buat foto pre-wedding. Sungguh memesona! Cintamu akan terus terayomi meski ada turbulensi di hatimu," tulis dia.


Pernah Terjadi di Atas Gunung Sumbing

Awan Lenticularis biasanya bersusun, sebagaimana terlihat di puncak gunung Sumbing, Senin (1/1/2018). (foto: Liputan6.com/FB

Membuka tahun 2018, puncak Gunung Sumbing diselimuti awan berbentuk topi. Awan ini hingga bersusun tiga dan bisa dilihat dari banyak tempat. Fenomena ini menjadi viral di media sosial.

Awalnya foto ini diunggah oleh akun Facebook Amah dan Supar di grup Info 4 Kota (Muntilan, Magelang, Borobudur, DIY). Foto yang diunggah tanggal 1 Januari 2018 pukul 06.05 WIB ini baru beberapa menit langsung panen komentar dan mendapat banyak tanggapan.

Mayoritas warganet mengungkapkan kekagumannya. Atas unggahan itu, warganet kemudian saling melengkapi foto-foto dari tempat mereka berada. Anehnya, mereka yang berada dekat Gunung Sumbing melihat bentuk awan seperti biasa, tidak terlihat seperti topi.

Banyak juga warganet yang berharap fenomena itu sebagai pertanda baik. "Mudah-mudahan itu pertanda baik," tulis akun Putri Rahmawati.

"Kuwi pertanda sing manggon sekitar gunung uripe adem ayem. (Itu pertanda masyarakat di sekitar gunung hidupnya akan tenang dan tenteram)," tulis akun Rianto Aji.

Di kalangan pendaki gunung, awan berbentuk topi atau mirip jamur ini dikenal dengan nama awan lenticular. Orang Jawa menyebutnya caping gunung, karena awan lenticularis puncak gunung biasanya berbentuk topi khas petani Jawa yang disebut caping.

 


Penjelasan Ilmiah

Gunung Semeru bertopi. (Twitter @Sutopo_PN)

Menurut Septima dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Semarang, Lenticular Clouds (Altocumulus lenticularis atau Lenticularis stand altocumulus) merupakan sejenis awan yang unik dan biasanya terbentuk di sekitar bukit-bukit dan gunung-gunung akibat pergerakan udara di kawasan pegunungan.

Awan ini dinamakan lenticularis yang artinya "berbentuk lensa", dan biasanya cukup disebut sebagai awan "lennies".

"Awan aneh atau sebenarnya lenticular dapat dibedakan menjadi Altocumulus Standing Lenticularis (ACSL) yang terjadi di dataran rendah, Stratocumulus Standing Lenticularis (SCSL) pada ketinggian tingkat menengah, dan Cirrocumulus Standing Lenticularis (CCSL) pada ketinggian yang lebih tinggi dari atmosfer," kata Septima kepada Liputan6.com, Selasa (2/1/2018).

Menilik ketinggian Gunung Sumbing yang mencapai 3320 m dpl, maka kemungkinan besar awan ini tergolong jenis SCSL. Awan lenticular mampu bertahan pada posisinya selama berjam-jam, bahkan berhari-hari.

Daya tahan awan lenticular pada posisinya itu disebabkan aliran udara lembab terus menyuplai ke dalam awan ini sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan dalam pembentukannya.

Proses terbentuknya Lenticular Clouds, yaitu terjadi akibat arus udara yang lembab terdorong ke atas dan melintas melalui puncak gunung atau bukit yang menyebabkan kelembaban, sehingga mengembun dan akhirnya membentuk awan ini.

Saat awan lenticular ini terjadi di Gunung Sumbing, pendaki yang merayakan tahun baru di puncak Sumbing mengaku hanya melihat kabut saja. Selain itu, angin juga berembus lebih kencang dari biasanya.

Nur Yahya, salah satu pendaki, mengaku bahwa di puncak Gunung Sumbing, kabut cukup pekat. Kabut tebal itu selain menyebabkan jarak pandang yang pendek, juga udara jadi dingin.

Atas hal ini, Septima menjelaskan bahwa hal itu disebabkan udara lembab stabil naik ke atas gunung. Setelah sampai diatas, maka terjadilah kondensasi.

"Ketika udara lembab bergerak ke area sekumpulan awan itu (palung) awan menguap kembali menjadi uap. Kira-kira seperti itu mudahnya," kata Septima.

Awan ini tergolong awan yang penampakannya sangat langka karena mereka memerlukan gunung atau bukit dengan ketinggian yang cukup serta kondisi meteorologi yang tepat. Awan lenticular umumnya berada pada ketinggian 8.000 hingga 20.000 kaki (2.438 - 6.096 meter).

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya