6 Ekspedisi yang Diduga Bisa Kuak Rahasia Terbesar Bumi di Tahun 2019

6 ekspedisi yang diduga bisa menguak rahasia terbesar Bumi pada tahun 2019.

oleh Afra Augesti diperbarui 03 Jan 2019, 20:40 WIB
Ilustrasi Bumi (NASA)

Liputan6.com, Antartika - Memasuki akhir tahun 2018 kemarin, banyak peristiwa penting terjadi di muka Bumi. Bencana alam, fenomena aneh, hingga informasi baru yang menarik yang masih perlu dikulik oleh para ilmuwan.

Namun, para peneliti memperkirakan bahwa tahun ini akan ada banyak "kejutan" dari Bumi Pertiwi yang terjadi di seluruh dunia. Bagaimana cara untuk mengetahuinya?

Melansir Live Science, Kamis (3/1/2019), berikut enam ekspedisi, misi, dan pertemuan geofisika yang disinyalir dapat menguak rahasia terbesar Bumi pada tahun 2019.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


1. Memeriksa Gletser Thwaites untuk Mencari Celah

Gletser Thwaites di Antartika Barat, jika runtuh, permukaan laut bisa naik. (NASA/James Yungel)

Musim panas mendatang, sebuah ekspedisi besar akan dilakukan di Thwaites Glacier yang berada di Antartika Barat. Ini merupakan bagian dari penelitian kolaborasi senilai US$ 25 juta, yang disetujui antara National Science Foundation (NSF) milik Amerika Serikat dan Natural Environment Research Council (NERC) milik Inggris.

Lebih dari 100 ilmuwan dari seluruh dunia akan mempelajari gletser raksasa tersebut. Jika gletser mulai runtuh, massa es ini bisa meluncur ke laut, mencair di sana, dan berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.

"Satelit menunjukkan wilayah Thwaites berubah dengan cepat," kata William Easterling, asisten direktur NSF untuk Geosciences, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Untuk menjawab pertanyaan utama tentang 'seberapa banyak dan seberapa cepat permukaan laut akan berubah', para ilmuwan di lapangan butuh peralatan canggih yang mampu mengumpulkan data yang kami butuhkan untuk mengukur tingkat volume es atau perubahan massa es," pungkasnya.


2. Pengeboran yang Menyebabkan Munculnya Gempa Bumi

Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Di lepas pantai barat daya Jepang, jauh di bawah Samudra Pasifik, terdapat Nankai Trough --zona subduksi aktif di mana satu lempeng kerak Bumi longsor di bawah lempeng yang lain. Ini adalah salah satu tempat yang paling aktif secara seismik di Bumi.

Nankai Trough merupakan penyebab gempa Tonankai bermagnitudo 8,1 --lindu besar yang mengguncang Jepang pada tahun 1944.

Tahun ini, Nankai Trough Seismogenic Zone Experiment (NanTroSEIZE) mulai menggali patahan itu. Riset ini adalah ekspedisi pertama yang dilakukan dengan mengebor, mengambil sampel dan instrumen penyebab gempa, atau bagian seismogenik dari kerak Bumi, di mana gempa berskala besar telah terjadi berulang kali sepanjang sejarah.

"Batuan yang dikumpulkan akan dianalisis untuk melihat seberapa licin atau kokoh zona tersebut. Dengan demikian, para peneliti akan bisa memahami lebih lanjut tentang kondisi yang mungkin mengarah pada gempa bumi di patahan ini," tulis anggota tim John Bedford dari University of Liverpool.


3. Mengukur Hutan dan Pepohonan

Ilustrasi hutan (iStock)

Pada 8 Desember 2018, NASA meluncurkan eksperimen Global Ecosystem Dynamics Investigation Lidar (GEDI) ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Wahana ini akan dipasang di luar ISS, sehingga dapat melihat Bumi dengan leluasa dan menghasilkan pengamatan tiga dimensi (3D) yang sangat rinci dari hutan beriklim tropis Bumi.

GEDI akan menjawab beberapa pertanyaan mendasar, termasuk berapa banyak karbon yang tersimpan di pohon dan bagaimana deforestasi dapat mempengaruhi perubahan iklim.

Nantinya, GEDI diharapkan bisa membantu para peneliti memodelkan bagaimana siklus nutrisi di alam raya bergerak melalui ekosistem hutan. Selain itu, GEDI juga diharapkan bisa memprediksi cuaca secara akurat.


4. Menjelajahi Danau Antartika yang Terkubur

Pandangan udara kondisi pegunungan es di Semenanjung Antartika (3/11). Berbagai riset mengatakan fenomena ini disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti emisi dari gas rumah kaca. (Mario Tama/Getty Images/AFP)

Para ilmuwan di Antartika sedang menggali danau subglacial yang terkubur 4.000 kaki (1.200 meter) di bawah Lapisan Es Antartika Barat. Dikenal sebagai Danau Mercer, air yang berada di dalamnya benar-benar terputus dari ekosistem dunia luar.

Para peneliti sangat ingin menjelajahi sistem tersebut dan mempelajari lebih lanjut tentang organisme yang hidup di sana. Begitu bor mencapai badan air, peralatan canggih akan diturunkan ke dalam lubang untuk mengumpulkan sampel, membaca situasi, dan memotret dunia sub-glasial yang belum pernah dilihat oleh mata manusia.


5. Mempelajari Sejarah Terumbu Karang

Ilustrasi terumbu karang (iStock)

Terumbu karang adalah habitat bawah laut yang indah, namun terancam punah. Polusi dan pengasaman laut --yang disebabkan ketika lautan menyerap karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil-- mengancam terumbu karang di seluruh dunia.

Dimulai pada bulan September 2019, tim peneliti akan menelusuri hingga 11 lokasi bawah laut di sekitar Hawaii. Mereka akan mengambil sampel dari sistem terumbu karang fosil.

Terumbu karang itu, yang diduga berusia 500.000 tahun, akan membantu menjawab pertanyaan kritis tentang jumlah karbon dioksida di atmosfer dan suhu Bumi selama periode ini, dan bagaimana terumbu karang bereaksi dan pulih dari perubahan skala besar.

Ekspedisi tersebut, yang dinamakan ekspedisi Hawaiian Drowned Reefs, dijalankan oleh uropean Consortium for Ocean Research Drilling (ECORD), sebuah badan internasional yang melakukan misi pengeboran ilmiah.


6. Menjelajahi Biosfer yang Dalam

Tim Polda Riau dan Kementerian LHK membongkar illegal logging atau pembalakan liar di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bengkalis, Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Selama 10 tahun terakhir, para ilmuwan bersama Deep Carbon Observatory telah menggali ke dalam Bumi untuk mempelajari lebih lanjut tentang apa yang terkubur di bawah kaki kita.

Pada bulan Desember 2018, mereka mengumumkan temuan baru tentang "biosfer yang dalam", sebuah reservoir (danau atau waduk yang digunakan untuk menyimpan air) bawah tanah dari organisme asing yang dapat mengerdilkan jumlah kehidupan di permukaan planet kita.

Oktober 2019, pada konferensi internasional di Washington, D.C., Deep Carbon Observatory akan menyoroti penelitian tersebut dan menantikan ekspedisi menarik lainnya 10 tahun lagi.

Pada pertemuan tersebut, para ilmuwan akan menyajikan informasi tentang sifat dan tingkat karbon dalam inti Bumi, sifat seluruh siklus karbon Bumi dan bagaimana perubahannya dalam sejarah Bumi, serta mekanisme yang mengatur evolusi dan penyebaran mikroba di "biosfer yang dalam".

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya