Liputan6.com, Jakarta - Beredarnya kabar tentang adanya tujuh kontainer berisi surat suara Pemilihan Presiden 2019 yang sudah dicoblos di media sosial dan aplikasi pesan, membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan identifikasi dan penelusuran akun serta sebaran hoaks itu.
Hasilnya, teridentifikasi bahwa kemunculan informasi dalam media sosial pertama kali terjadi pada 1 Januari 2019, tepatnya pukul 23.35 WIB.
Informasi hoaks itu kemudian tersebar ke sejumlah akun dan menjadi bahan pemberitaan oleh media nasional.
Baca Juga
Advertisement
Dalam keterangan resmi Kemkominfo yang Tekno Liputan6.com kutip, Minggu (6/1/2019), Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu menyebut, pihaknya telah menyerahkan hasil identifikasi dan temuan analisis dari Mesin AIS Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika itu kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Penyerahan hasil identifikasi hoaks temuan mesin AIS itu dilakukan pada Kamis, 3 Januari 2019 pukul 15.00 WIB," demikian bunyi pernyataan tertulis Kemkominfo.
Dikatakan pria yang karib disapa Nando tersebut, hal ini merupakan wujud implementasi kerja sama yang sudah terjalin antara Kemkominfo dengan Bareskrim Polri.
Kemkominfo membantu memberikan bahan untuk proses penyelidikan yang akan dilakukan oleh Bareskrim.
Selanjutnya, Kemkominfo mengimbau agar warganet dan seluruh pengguna aplikasi pesan instan tidak turut menyebarluaskan informasi hoaks dalam bentuk apapun.
Jika ditemukan adanya indikasi informasi yang mengandung hoaks, warganet dapat melaporkanya melalui aduankonten.id atau akun @aduankonten.
Pelaku Ditangkap Polisi
Aparat kepolisian bergerak cepat menangkap pelaku penyebar hoakspenemuan 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka juga memastikan akan menindak tegas.
Tak main-main, pelaku diancam hukuman 10 tahun penjara akibat menyebarkan kabar bohong yang meresahkan masyarakat itu.
"Ini adalah penyebaran berita bohong (hoaks) yang diatur dalam undang-undang, ancaman hukumannya 10 tahun penjara," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Januari 2019.
Tak butuh waktu lama, penyidik Bareskrim Polri akhirnya berhasul mengamankan dua orang terkait kasus hoaks tersebut. Keduanya berinisial HY dan LS.
Advertisement
Temukan 60 Konten Hoaks Terkait Pilpres
Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengidentifikasi 60 konten hoaks yang tersebar di internet dan media sosial berkaitan dengan pemilihan legislatif (Pileg) serta pemilihan presiden (Pilpres) dan wakil presiden.
Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelusuran mesin sensor, AIS, periode Agustus hinga Desember 2018.
Dikutip dari keterangan resmi Kemkominfo, Rabu (2/1/2018), penelusuran menggunakan mesin AIS ini dilakukan oleh Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika.
Mesin tersebut mengidentifikasi jumlah konten hoaks terbanyak ditemukan pada Desember 2108, yakni 16 konten hoaks.
Pada Agustus 2018, ditemukan sebanyak 11 konten hoaks..
Pada bulan ini, beberapa isu hoaks yang beredar adalah foto Dian Sastro dengan tagar ganti presiden, Tiongkok meminta Jokowi menjual Pulau Jawa dan Sumatera, serta Banser mendukung Prabowo-Sandi.
Kemudian, pada September 2018 terdapat 8 konten. Sementara itu, pada Oktober 2018 terdapat 12 dan pada November sebanyak 11 konten hoaks.
Kemkominfo pada Desember 2018 menidentifikasi sebanyak 16 konten hoaks.
Beberapa konten hoaks pada bulan ini adalah Karni Ilyas dipanggil Jokowi karena TV One menyiarkan langsung Reuni Akbar 212, Surat Jokowi meminta dukungan kepada BUMN untuk pemenangan Pilpres 2019, dan pendatang Tiongkok diberi arahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: