Liputan6.com, Jakarta - Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 mulai berlaku per 1 Januari. Kenaikan besaran UMP di tahun ini diharapkan dapat berdampak langsung kepada daya beli pekerja dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi.
Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, DKI Jakarta telah menetapkan UMP 2019 sebesar Rp 3,9 juta, dari sebelumnya Rp 3,6 juta. Kenaikan ini diharapkan bisa memicu kenaikan daya beli dan konsumsi masyarakat, khususnya pekerja di Ibu Kota.
"UMP per 1 Januari 2019 sudah resmi berlaku. Ini bagus untuk meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (6/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Selain kenaikan besar UMP, di DKI Jakarta, Pemerintah Daerah (Pemda) juga telah meluncurkan kartu pekerja yang memberikan beragam subsidi bagi para pekerja di Ibu Kota. Hal ini juga dinilai akan semakin memacu daya beli sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Jakarta.
"Selain UMP yang sebesar Rp 3,9 juta, plus ada kartu pekerja. Melalui kartu pekerja ini, mereka (pekerja) akan mendapatkan subsidi pangan, subsidi pendidikan, kemudian subsidi transportasi dan mendapatkan prioritas rumah DP 0 persen," kata dia.
Dengan kenaikan UMP dan kartu pekerja ini, lanjut Sarman, dirinya meyakini jika pertumbuhan ekonomi di Ibu Kota pada tahun ini bisa lebih tinggi dari 2018 yang diperkirakan mencapai 6,2 persen.
"Makanya kita apresiasi pertumbuhan di DKI Jakarta 2018 bisa mencapai 6,2 persen. Selama ini belum pernah menyentuh 6 persen dalam 5 tahun terakhir. Nah ini sudah menyentuh di angka 6 persen, kita harapkan 2019 akan semakin meningkat," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Buruh Desak Anies Baswedan Revisi Besaran UMP 2019, Kenapa?
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kembali mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk merevisi besaran Upah Minimum Provinsi atau UMP 2019. Said mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa pihaknya menuntut agar UMP DKI direvisi.
Salah satunya yaitu UMP 2019 yang sebesar Rp 3,9 juta tidak sesuai dengan harapan para buruh di Ibu Kota. "Karena faktanya Gubernur Jawa Timur Soekarwo menetapkan UMK di Jawa Timur tidak menggunakan PP 78/2015," ujar dia di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Kemudian, lanjut Iqbal, pihaknya juga mendengar UMK di Jawa Tengah tahun 2019 juga tidak mengacu pada PP 78/2015. Sebab, ada sekitar 22 kabupaten/kota yang kenaikannya di atas PP 78/2015.
BACA JUGA
Dia menilai, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) sudah benar. Sebab, hal itu justru sesuai dengan ketentuan Pasal 88 dan 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kalau alasan Jawa Timur dan Jawa Tengah upahnya naik di atas PP 78/2015 karena permasalahan disparitas, UMP DKI juga ada disparitas dengan Bekasi dan Karawang. Selisihnya hingga 250 ribu. Karena itu, Gubernur Anies wajib mengevaluasi UMP DKI," ucap dia.
Selain itu, adanya putusan dari Mahkamah Agung terkait tuntutan penggunaan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dimenangkan oleh buruh DKI Jakarta dan Kota Serang. Kemenangan tersebut, kata Iqbal, membuktikan jika penetapan upah minimum berdasarkan KHL dibenarkan oleh hukum
.Jika tuntutan ini tidak dilaksanakan oleh Anies Baswedan, maka dalam waktu dekat buruh akan melakukan aksi di Balaikota untuk memperjuangkan revisi UMP 2019.
"Kami mendesak agar UMP DKI 2019 segera direvisi," kata dia.
Advertisement